Hajar Aswad adalah batu hitam yang terletak di sudut sebelah
Tenggara Ka’bah, yaitu sudut dari mana Tawaf dimulai. Hajar Aswad
merupakan jenis batu ‘RUBY’ yang diturunkan Allah dari surga melalui
malaikat Jibril. Hajar Aswad terdiri dari delapan keping yang terkumpul
dan diikat dengan lingkaran perak. Batu hitam itu sudah licin karena
terus menerus di kecup, dicium dan diusap-usap oleh jutaan bahkan
milyaran manusia sejak Nabi Adam, yaitu jamaah yang datang ke Baitullah,
baik untuk haji maupun untuk tujuan Umrah.
Hadist Sahih riwayat Imam Bathaqie dan Ibnu ‘Abas RA, bahwa Rasul SAW bersabda:
“Allah akan membangkitkan Al-Hajar (Hajar Aswad) pada hari kiamat. Ia dapat melihat dan dapat berkata. Ia akan menjadi saksi terhadap orang yang pernah memegangnya dengan ikhlas dan benar”.
“Allah akan membangkitkan Al-Hajar (Hajar Aswad) pada hari kiamat. Ia dapat melihat dan dapat berkata. Ia akan menjadi saksi terhadap orang yang pernah memegangnya dengan ikhlas dan benar”.
Hadis tersebut
mengatakan bahwa disunatkan membaca do’a ketika hendak istilam
(mengusap) atau melambainya pada permulaan thawaf atau pada setiap
putaran, sebagai mana, diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA.
“Bahwa Nabi Muhammad SAW datang ke Ka’bah lalu diusapnya Hajar Aswad sambil membaca Bismillah Wallahu Akbar”.
Perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan syariat ini hendaknya dipahami sebagai bentuk ittiba’(mengikuti) sunah Rasulullah saw. Dia bukan bentuk penghambaan dan pemujaan terhadapnya, juga bukan keyakinan bahwa batu tersebut dapat mendatangkan manfaat atau mudharat. Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab yang masyhur dalam riwayat muttafaq alaih, “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu yang tidak mendatangkan manfaat atau menimbulkan bahaya. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw menciummu, niscaya aku tidak menciummu.”
Selain itu, perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan ketentuan syariat tersebut diniatkan untuk mendapatkan fadhilah atau keutamannya, di antaranya adalah terhapusnya dosa (HR. Ahmad).
Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Hajar Aswad di hari kiamat akan mengenali orang-orang yang menciumnya.
Hanya saja semua dianjurkan dengan tidak menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun ucapan. Kejadian ini sering terjadi saat kondisi sangat sesak dan setiap orang berebut ingin menciumnya, sehingga tak jarang sering terjadi caci maki dan tindakan menyakiti saudaranya. Bayangkan, jika hal tersebut terjadi di pasar, maka dia merupakan perbuatan tercela, apalagi jika terjadi di depan Ka’bah yang mulia.
Rasulullah saw pernah mengingatkan Umar bin Khattab, bahwa karena dia orang yang kuat secara fisik, agar jangan menyakiti orang lemah. Maka hendaknya dia mengusapnya ketika sepi. Adapun ketika penuh sesak, maka cukup menghadapnya dan bertakbir.
Disyariatkan pula terkait dengan Hajar Aswad, menjadikannya sebagai tempat awal dan akhir bagi orang yang melakukan Thawaf. Para ulama umumnya berpendapat, bahwa thawaf yang tidak dimulai dari Hajar Aswad, tidak dianggap sebagai satu putaran. Caranya, ketika hendak memulai thawaf, hadapkan tubuh ke arah Ka’bah sejajar dengan Hajar Aswad, lalu lambaikan tangan (jika sulit mencium atau mengusapnya) sambil berucap, ‘Bismillahi Allahu Akbar’ setelah itu berjalan dengan menjadikan Ka’bah di sebelah kirinya. Begitu seterusnya hingga tujuh putaran.
Lalu diakhiri di Hajar Aswad. Kemudian shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, atau jika tidak memungkinkan dimana saja di Masjidil Haram.
ASAL – USUL HAJAR ASWAD
Perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan syariat ini hendaknya dipahami sebagai bentuk ittiba’(mengikuti) sunah Rasulullah saw. Dia bukan bentuk penghambaan dan pemujaan terhadapnya, juga bukan keyakinan bahwa batu tersebut dapat mendatangkan manfaat atau mudharat. Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab yang masyhur dalam riwayat muttafaq alaih, “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu yang tidak mendatangkan manfaat atau menimbulkan bahaya. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw menciummu, niscaya aku tidak menciummu.”
Selain itu, perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan ketentuan syariat tersebut diniatkan untuk mendapatkan fadhilah atau keutamannya, di antaranya adalah terhapusnya dosa (HR. Ahmad).
Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Hajar Aswad di hari kiamat akan mengenali orang-orang yang menciumnya.
Hanya saja semua dianjurkan dengan tidak menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun ucapan. Kejadian ini sering terjadi saat kondisi sangat sesak dan setiap orang berebut ingin menciumnya, sehingga tak jarang sering terjadi caci maki dan tindakan menyakiti saudaranya. Bayangkan, jika hal tersebut terjadi di pasar, maka dia merupakan perbuatan tercela, apalagi jika terjadi di depan Ka’bah yang mulia.
Rasulullah saw pernah mengingatkan Umar bin Khattab, bahwa karena dia orang yang kuat secara fisik, agar jangan menyakiti orang lemah. Maka hendaknya dia mengusapnya ketika sepi. Adapun ketika penuh sesak, maka cukup menghadapnya dan bertakbir.
Disyariatkan pula terkait dengan Hajar Aswad, menjadikannya sebagai tempat awal dan akhir bagi orang yang melakukan Thawaf. Para ulama umumnya berpendapat, bahwa thawaf yang tidak dimulai dari Hajar Aswad, tidak dianggap sebagai satu putaran. Caranya, ketika hendak memulai thawaf, hadapkan tubuh ke arah Ka’bah sejajar dengan Hajar Aswad, lalu lambaikan tangan (jika sulit mencium atau mengusapnya) sambil berucap, ‘Bismillahi Allahu Akbar’ setelah itu berjalan dengan menjadikan Ka’bah di sebelah kirinya. Begitu seterusnya hingga tujuh putaran.
Lalu diakhiri di Hajar Aswad. Kemudian shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, atau jika tidak memungkinkan dimana saja di Masjidil Haram.
ASAL – USUL HAJAR ASWAD
Ketika
Nabi Ibrahim a.s bersama anaknya membangun Ka’bah banyak kekurangan
yang dialaminya. Pada mulanya Ka’bah itu tidak ada bumbung dan pintu
masuk. Nabi Ibrahim a.s bersama Nabi Ismail mau membangunnya dengan
meninggikan bangunannya dan mengangkut batu dari berbagai gunung.
setelah bangunan Ka’bah itu hampir selesai, ternyata Nabi Ibrahim masih
merasa kekurangan sebuah batu lagi untuk diletakkan di Kaabah.
Nabi
Ibrahim berkata pada Nabi Ismail, “Pergilah engkau mencari sebuah batu
yang akan aku letakkan sebagai penanda bagi manusia.”
Kemudian
Nabi Ismail a.s pun pergi dari satu bukit ke satu bukit untuk mencari
batu yang baik dan sesuai. Ketika Nabi Ismail a.s sedang mencari batu di
sebuah bukit, tiba-tiba datang malaikat Jibril a.s memberikan sebuah
batu yang cantik. Nabi Ismail dengan segera membawa batu itu kepada Nabi
Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a.s. merasa gembira melihat batu yang sungguh
cantik itu, beliau menciumnya beberapa kali. Kemudian Nabi Ibrahim a.s
bertanya, “Dari mana kamu dapat batu ini?”
Nabi Ismail berkata, “Batu ini kuterima dari yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu (Jibril).”
Nabi
Ibrahim mencium lagi batu itu dan diikuti oleh Nabi Ismail a.s.
Sehingga sekarang Hajar Aswad itu dicium oleh orang-orang yang pergi ke
Baitullah. Siapa saja yang bertawaf di Ka’bah disunnahkan mencium Hajar
Aswad.
Perhatikan Rahasia Besar Yang Tidak Pernah Kita Bayangkan Sebelumnya
- Satu riwayat Sahih dinyatakan: “HajarAswad dan Makam Ibrahim berasal dari batu-batu ruby surga yang kalaulah tidak karena sentuhan dosa-dosa manusia akan dapat menyinari antara timur dan barat. Setiap orang sakit yang memegangnya akan sembuh dari sakitnya”
- Dulunya batu Hajar Aswad itu putih bersih, tetapi akibat dicium oleh setiap orang yang datang menziarahi Ka’bah, ia menjadi hitam seperti terdapat sekarang. Wallahu a’alam.
- “‘Barangsiapa menunaikan ibadah haji, dan ia tak berbuat rafats dan fasik, maka ia kembali (suci dan bersih) seperti anak manusia yang baru lahir dari perut ibunya.” (Muttafaqun alaihi).
- Mencium hajar aswad pada saat Haji Di Baitullah tidak dapat diwakilkan, Ia menjadi penyedot Dosa tanpa kita sadari, alangkah beruntungnya orang yang bisa menyentuh, mengusap dan memegangnya.Mohon jangan salah mengartikannya makna menghapus dosa disini yaitu jika kalian mengalami pengalaman spiritual/petunjuk oleh Allah SWT saat melakukan ibadah haji, Sama halnya dengan makna dengan air wudlu yang menghapus dosa,. Maknailah kata-kata kiasan dari hadist dan ayat-ayat Al-Quran dengan hati bukan dengan mata.
Hadis Siti Aisyah RA mengatakan bahwa Rasul SAW bersabda:
“Nikmatilah (peganglah) Hajar Aswad ini sebelum diangkat (dari bumi).
Ia berasal dari surga dan setiap sesuatu yang keluar dari surga akan
kembali ke surga sebelum kiamat”.
Jika Tidak Bisa Menyentuh Dan Mencium Hajar Aswad
Menyentuh dan Mencium hajar aswad termasuk sunnah dalam manasik haji dan
umrah. Sunnah hanya dilakukan ini ketika thawaf dan selesai shalat dua
rakaat di belakang maqam Ibrahim*) saja. Selain itu tidak disunnahkan.
Disunnahkan sesuai dengan riwayat.
عَنْ عَابِسِ بْنِ رَبِيعَةَ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ يُقَبِّلُ الْحَجَرَ
وَيَقُولُ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَلَوْلاَ أَنِّى
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُقَبِّلُكَ لَمْ
أُقَبِّلْكَ
“Dari ‘Abis bin Rabi’ah, ia berkata, “Aku pernah melihat Umar bin Al
Khattab mencium Hajar Aswad. Kemudian Umar berkata, “Sungguh aku telah
menciummu, dan aku tahu pasti bahwa engkau hanyalah sekedar batu.
Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu” (HR. Al Bukhari dan
Muslim).
Akan tetapi ketika musim haji dengan banyaknya orang maka bisa
dipastikan sangat sulit bisa menyentuh atau menciumnya. Yang perlu
diperhatikan adalah jangan sampai seorang muslim berdesak-desakan dan
menyakiti muslim yang lain dengan mendorong atau menarik hanya untuk
menyentuh Hajar Aswad. Karena hukum menyentuh Hajar Aswad adalah sunnah
sedangkan tidak menganggu seorang muslim adalah kewajiban. Menyakiti
seorang muslim ada larangannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَاناً وَإِثْماً مُّبِيناً
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat
tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah
memikul kebohongan dan dosa yang nyata” (QS. Al Ahzab 58).
Berikut adalah 4 alternatif cara menyentuh dan mencium Hajar Aswad serta
bagaimana jika tidak bisa menyentuhnya. Syaikh DR. Sa’id bin Ali bin
Wahf Al-Qahthani hafizhahullah berkata, “Berkaitan dengan Hajar Aswad
ada 4 sunnah yang ada contohnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
yaitu:
- menyentuh Hajar Aswad dengan tangannya kemudian mencium dan bertakbir, ini adalah cara yang paling sempurna
- jika tidak memungkinkan, maka ia menyentuh dengan tangannya dan mencium tangannya
- jika tidak memungkinkan, maka ia menyentuh dengan tongkat atau semacamnya, kemudian mencium bagian yang tersentuh tersebut
- jika tidak memungkinkan, ia berisyarat dengan tangannya dan bertakbir akan tetapi ia TIDAK mencium tangannya.
(Al-Hajj wal Umrah wal Ziyarah, hal. 73)
Akhir kata, Kita semua tahu jika
Hajar Aswad hanyalah batu yang tidak memberikan mudorat atau manfaat,
begitu juga dengan Ka’bah, ia hanyalah bangunan yang terbuat dari batu.
Akan tetapi apa yang kita lakukan dalam prosesi ibadah haji tersebut
lebih baik kita niatkan sekedar mengikuti ajaran dan sunnah Nabi SAW.
Umar
bin Khatabpun juga pernah mengatakan “Aku tahu bahwa kau hanyalah batu,
kalaulah bukan karena aku melihat kekasihku Nabi SAW menciummu dan
menyentuhmu, maka aku tidak akan menyentuhmu atau menciummu”
Jadi
apa yang dikerjakan berjuta juta umat islam, scientis muslim, dan orang
-orang yang pandai bukanlah menyembah Batu seperti yang banyak
dituduhkan kaum yang picik sekali akalnya. Karena ada rahasia besar
dibalik setiap perilaku Nabi Muhammad saw dan sebab tentu saja apa yang
dilakukan oleh beliau pastilah berasal dari Allah, sebagaimana yang
terdapat dalam firmanNya :
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut
kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (QS. An-Najm : 53 ) “
Allaaahu Akbar, Tiada Ilah lagi
Yang Berhak DiSembah Selain Allah dan Saya (Penulis) Bersaksi bahwa
Muhammad Saw adalah Utusan Allah. Muhammad hanyalah seorang Rosul,
Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rosul.
Mulai Detik
Ini mari kita mencoba berperilaku sebagaimana Nabi Muhammad,
mencontohnya dalam segala tindak tanduk, makan, minum, berpakaian,
hingga tidurnya, sekalipun kita tidak mengerti rahasia besar di
sebaliknya
MENJAWAB FITNAH
"MENGAPA UMAT MUSLIM MENYEMBAH KA'BAH DAN HAJAR ASWAD ?"
Ka’bah adalah sebuah rumah ibadah, bukan sesembahan apalagi Tuhan. Shalat menghadap ka’bah tidak sama dengan menyembah ka’bah...
Di dalam Al-Quran Al-Karim, secara tegas Allah SWT menetapkan bahwa ka’bah adalah rumah yang pertama didirikan di muka bumi untuk menyembah Allah SWT disitu. Kemudian manusia di seluruh dunia bila hendak menyembah Allah SWT dengan cara sholat diwajibkan menghadapkan diri mereka ke arah ka’bah itu.
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (QS. Ali Imran : 96)
Dan dari mana saja kamu , maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. (QS. Al-Baqarah : 150)
Sejarah ka’bah
Sejarah ka’bah adalah sejarah sebelum peradaban manusia ini diciptakan Allah SWT dan sebelum mereka turun ke bumi. Adalah para malaikat yang diperintahkan Allah SWT untuk turun ke bumi dan mendirikan ka’bah lalu mereka diperintahkan untuk bertawaf di sekelilingnya.
Hingga datang masa penciptaan Nabi Adam dan singkat cerita beliau diturunkan ke bumi di wilayah yang sekarang bernama India. Selanjutnya beliau berjalan mencari istrinya Hawwa dan ternyata di sekitar rumah Allah inilah beliau bertemu dan kemudian tinggal lalu beranak pinak. Rumah Allah (ka’bah) ini menjadi tempat untuk beribadah kepada-Nya sepanjang masa, baik masa Nabi Nuh, Ibrahim atau nabi-nabi lainnya.
Arab Jahiliyah Pun Tidak Menyembah Ka’bah
Sejak zaman Nabi Adam as manusia tahu bahwa ka’bah bukanlah berhala yang
disembah. Bahkan hingga masa kehidupan bangsa Quraisy yang terkenal
sebagai penyembah berhala dan telah meletakkan tidak kurang dari 360
berhala di seputar ka’bah, mereka pun tidak terpikir untuk menyembah
ka’bah.
Bahkan orang arab di masa itu sering membuat tuhan dari makanan seperti
roti, kurma dan apapun yang menurut khayal mereka bisa dianggap menjadi
tuhan. Tapi tidak dengan ka’bah, karena dalam keyakinan mereka ka’bah
memang bukan tuhan atau berhala.
Mereka hanya melakukan ibadah dan tawaf di sekelilingnya. Ka’bah bagi
para penyembah berhala itu bukanlah berhala yang disembah, ka’bah bagi
mereka adalah rumah Allah SWT untuk melaksanakan ibadah.
Bukti Lain
Hal itu bisa menjadi lebih jelas ketika raja Abrahah dari Habasyah
menyerbu ka’bah dengan tentara bergajah.
Orang-orang Quraisy saat itu
tidak merasa takut ka’bah mereka akan hilang, karena dalam diri mereka
ada keyakinan bahwa ka’bah itu bukan tuhan, tapi ka’bah adalah rumah
Allah, tentu saja Sang Pemilik yang akan menjaganya. Abdul Muttalib
justru sibuk mengurus kambing-kambing miliknya yang dirampas sang raja.
Sedangkan masalah ka’bah, beliau yakin sekali pasti ada Yang Menjaganya.
Di dalam Al-Quran Al-Karim, peristiwa itu diabadikan dalam sebuah surat pendek :
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah ? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?, dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan .
(QS. Al-Fiil : 1-5)
Apakah yang dimaksud dengan Kiblat? Secara literal kiblat dalam bahasa Arab adalah pemusatan perhatian. Awalnya, sebelum ada kiblat, umat Islam awal shalat menghadap ke mana saja. Jadi, di satu tempat yang sama, bisa ada yang menghadap ke timur, barat, atau arah lain sesuka mereka. Kemudian, ditetapkanlah kiblat mengarah ke Masjidil Aqsha di Yerusalem. Menurut hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah Muhammad SAW mengerjakan shalat berkiblat ke Al-Quds selama sekitar 16 atau 17 bulan semasa berada di Madinah. Dalam sejarah Islam, arah kiblat memang pernah diubah. Setelah semula mengarah ke Masjdil Aqsha (Al-Quds), kemudian turun firman ALLAH SWT untuk mengubah arah kiblat
seperti diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 144:
Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan palingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Maka palingkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram.
Sejak saat itu, hingga kini, kiblat shalat umat Islam berubah ke Ka’bah, Hal ini dipercaya sama dengan kiblat yang telah pernah ditetapkan untuk Nabi Adam a.s. dan Nabi Ibrahim a.s.
Begitu kaum Yahudi di Madinah mengetahui bahwa Kiblat kaum Muslim telah berubah ke arah Masjidil Haram dan tidak lagi ke Masjidil Aqsa, mereka bukan saja berolok-olok dan menertawakan, melainkan juga terperanjat dengan perubahan itu. Ini karena selama ini mereka dapat menerima keberadaan umat Muslim sehubungan dengan kesamaan Kiblat dengan mereka. Kini dengan terpisahkannya Kiblat kaum Muslim dengan kaum Yahudi berarti pula bahwa orang-orang Muslim adalah sebuah umat tersendiri dan terpisahkan dari mereka orang-orang Yahudi. Maka sejak saat itu mereka memperkeras sikap pertentangan terhadap umat Islam dan memperlakukan umat Islam sebagai musuh.
Lebih jauh lagi, perubahan Kiblat ini mempertegas penjelasan bahwa Al-Aqsa maupun Masjidil-Haram bukanlah sebentuk berhala (benda yang disembah), dan tujuan sebenarnya dari menghadap ke arah Kiblat adalah melaksanakan perintah Allah SWT. Bisa saja diperintahkan-Nya kita menghadap ke Masjidil-Haram ataupun Masjidil-Aqsa. Kewajiban kita adalah mematuhi perintah-Nya dengan segenap akal dan sepenuh hati. Manfaat lain dari pengalihan Kiblat adalah untuk memisahkan antara orang-orang munafik dengan Muslim yang sejati. Perhatikanlah Firman Allah SWT didalam Surat Al-Baqarah Ayat 143,
… Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.
Perlu diingat bahwa adakalanya Sunnah dibatalkan oleh Al-Qur’an, dan jika tidak dibatalkan maka keabsahannya setara dengan Al-Qur’an. Misalnya, Semula arah Kiblat tidak disebutkan didalam Al-Qur’an, maka umat Muslim mengikuti Sunnah. Kemudian perubahan Kiblat ditegaskan didalam Al-Qur’an, namun ditekankan pula bahwa shalat yang telah dikerjakan menurut sunnah tidaklah sirna (nilainya).
Meski begitu, tidak pernah ada sebuah perintah yang menegaskan keharusan presisi secara geografis untuk menghadap kiblat ke Ka’bah di Mekkah. Karena jumhur ulama pun sepakat dalam keadaan tidak tahu arah kiblat atau melakukan shalat di perjalanan dalam arti di atas kendaraan yang bergerak, menghadap ke mana pun tidak masalah. Maka, hemat saya tidak menjadi persoalan besar apabila ada masjid -apalagi masjid kuno- yang meleset 1-2 derajat dalam menentukan arah kiblatnya. Bukankah ada tertulis firman ALLAH SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 115:
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, kemanapun kamu menghadap disitulah Wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Apa isi didalam Ka'bah Mekkah ?
Bangunan Ka'bah mempunyai tingginya sekitar 15 meter, panjang sisi sebelah utara 9.92 meter, sisi sebelah barat 12.15 meter, sisi sebelah selatan 25.10 meter, dan sisi sebelah timur 11.88 meter.
Pintu Ka'bah di sisi sebelah timur dengan tinggi sekitar 2 meter dari
tanah, terbuat dari emas murni dan bertuliskan ayat-ayat Alquran. Pada
masa pemerintahan Khalid ibn ‘Abd Al Aziz, pintu ini dibuat dari bahan
emas.
Sebelumnya, yaitu semenjak kekhalifahan Sultan Sulaiman Al Qanuni (959
H), pintu Ka'bah dibuat dari lempengan perak berlapiskan emas, terutama
daun pintu dan gemboknya.
Kakbah yang juga dinamakan Bayt al `Atiq (Arab:بيت العتيق, Rumah Tua)
adalah bangunan yang dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah SWT. Dalam
Al-Qur'an, surah 14:37 tersirat bahwa situs suci Kakbah telah ada
sewaktu Nabi Ibrahim menempatkan Hajar dan bayi Ismail di lokasi
tersebut.
Pada masa Nabi Muhammad SAW berusia 30 tahun (sekitar 600 M dan belum
diangkat menjadi Rasul pada saat itu), bangunan ini direnovasi kembali
akibat banjir bandang yang melanda kota Mekkah pada saat itu. Sempat
terjadi perselisihan antar kepala suku atau kabilah ketika hendak
meletakkan kembali batu Hajar Aswad pada salah satu sudut Kakbah, namun
berkat penyelesaian Muhammad SAW perselisihan itu berhasil diselesaikan
tanpa pertumpahan darah dan tanpa ada pihak yang dirugikan.
Pada saat menjelang Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi sampai
kepindahannya ke kota Madinah, bangunan Kabah yang semula rumah ibadah
agama monotheisme (Tauhid) ajaran Nabi Ibrahim telah berubah menjadi
kuil pemujaan bangsa Arab yang di dalamnya diletakkan sekitar 360
berhala/patung yang merupakan perwujudan tuhan-tuhan politheisme bangsa
Arab ketika masa kegelapan pemikiran (jahilliyah) padahal sebagaimana
ajaran Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa
Yahudi serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi, Allah SWT Sang Maha
Pencipta tidak boleh dipersekutukan dan disembah bersamaan dengan benda
atau makhluk apapun juga dan tidak memiliki perantara untuk menyembahNya
serta tunggal tidak ada yang menyerupaiNya dan tidak beranak dan tidak
diperanakkan (Surah Al-Ikhlas dalam Al-Qur'an).
Kabah akhirnya dibersihkan dari patung-patung agama politheisme ketika Nabi Muhammad membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah dan dikembalikan sebagai rumah ibadah agama Tauhid (Islam).
Kabah akhirnya dibersihkan dari patung-patung agama politheisme ketika Nabi Muhammad membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah dan dikembalikan sebagai rumah ibadah agama Tauhid (Islam).
Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya'ibah
sebagai pemegang kunci kakbah dan administrasi serta pelayanan haji
diatur oleh pemerintahan baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan,
Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai
saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai
pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah.
Di Mekkah, ada sebuah keluarga yang menyandang kemuliaan yang tidak terkalahkan oleh kemuliaan manapun. Keluarga ini adalah keluarga Asy Syaibi yang mereka adalah keturunan dari Bani Syaibah dan Bani Thalhah. Allah telah mengkhususkan keluarga ini untuk membawa dan memegang kunci Ka'bah al-Musyarrafah ini hingga Hari Kiamat. Rasulullah Saw, bersabda kepada mereka Bani Thalhah :
Di Mekkah, ada sebuah keluarga yang menyandang kemuliaan yang tidak terkalahkan oleh kemuliaan manapun. Keluarga ini adalah keluarga Asy Syaibi yang mereka adalah keturunan dari Bani Syaibah dan Bani Thalhah. Allah telah mengkhususkan keluarga ini untuk membawa dan memegang kunci Ka'bah al-Musyarrafah ini hingga Hari Kiamat. Rasulullah Saw, bersabda kepada mereka Bani Thalhah :
" Ambillah kunci tersebut
wahai Bani Thalhah dengan amanah Allah, dan berbuatlah didalamnya
dengan baik, kekal selamanya, turun temurun, tidak ada yang merebutnya
dari kalian kecuali orang zhalim ".
Syeikh Abdul Azizi Alu
Syaibah yang merupakan As-Sadin (juru kunci) Ka'bah adalah satu-satunya
orang yang membawa kunci Ka'bah. Beliau yang bertanggung jawab penuh
terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Ka'bah ; membuka,
menutup, mengidzinkan masuk atau tidak mengidzinkannya. Beliau juga
yang mengurusi penggantian Kiswahnya, memandikannya, serta memberinya
wewangian.
Dan Bani Syaibah ini adalah juru kunci Baitul Haram hingga
Hari Kiamat, sesuai dengan perintah Allah Swt dan wasiat rasulullah
Saw.
Dahulu, kakek kelima Rasulullah Qushai Bin Kilab ketika memimpin Ka'bah, ia memiliki putra sulung yang sangat disayangi yang bernama 'Abduddar,
ia seorang yang miskin. Maka Qushai Bin Kilab mengkhususkannya dengan
perkara-perkara yang mulia untuk menjadi juru kunci Ka'bah. Setelah
kematian 'Abduddar, tugas juru kunci berpindah kepada putranya yaitu
Utsman, kemudian Abdul Uzza bin Utsman, kemudian kepada Abu Thalhah
Abdullah bin Abdul Uzza.
Tatkala terjadi penaklukan
kota Mekkah, Rasulullah Saw membuka Ka'bah, lalu memasukinya dan
mengambil kunci Ka'bah dari Utsman bin Thalhah. Akan tetapi Allah Swt,
berfirman :
" Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya ". (QS. An Nisa' 4 : 58 )
Setelah turun ayat ini,
Rasulullah Saw memanggil Utsman bin Thalhah, kemudian memberikan kunci
tersebut kepadanya. Rasulullah Saw pun bersabda kepadanya dan kepada
putra pamannya, Syaibah bin Utsman bin Abi Thalhah, " Ambillah kunci
tersebut wahai bani Thalhah dengan amanah Allah, dan berbuatlah
didalamnya dengan baik, kekal selamanya, turun temurun, tidak
merebutnya dari kalian kecuali orang zhalim ".
Pada awalnya bangunan Kakbah terdiri atas dua pintu serta letak pintu
Kakbah terletak di atas tanah, tidak seperti sekarang yang pintunya
terletak agak tinggi. Pada saat Muhammad SAW berusia 30 tahun dan belum
diangkat menjadi rasul, dilakukan renovasi pada Kakbah akibat bencana
banjir.
Pada saat itu terjadi kekurangan biaya, maka bangunan Kakbah dibuat
hanya satu pintu. Adapula bagiannya yang tidak dimasukkan ke dalam
bangunan Kakbah, yang dinamakan Hijir Ismail, yang diberi tanda setengah
lingkaran pada salah satu sisi Kakbah. Saat itu pintunya dibuat tinggi
letaknya agar hanya pemuka suku Quraisy yang bisa memasukinya, karena
suku Quraisy merupakan suku atau kabilah yang dimuliakan oleh bangsa
Arab saat itu.
Nabi Muhammad SAW pernah mengurungkan niatnya untuk merenovasi kembali
Kakbah karena kaumnya baru saja masuk Islam, sebagaiman tertulis dalam
sebuah hadits perkataannya: "Andaikata kaumku bukan baru saja
meninggalkan kekafiran, akan aku turunkan pintu Kakbah dan dibuat dua
pintunya serta dimasukkan Hijir Ismail ke dalam Kakbah", sebagaimana
pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim.
Ketika masa Abdullah bin Zubair memerintah daerah Hijaz, bangunan itu
dibangun kembali menurut perkataan Nabi Muhammad SAW, yaitu diatas
pondasi Nabi Ibrahim. Namun ketika terjadi peperangan dengan Abdul Malik
bin Marwan penguasa daerah Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang)
dan Palestina, terjadi kebakaran pada Kakbah akibat tembakan peluru
pelontar (onager) yang dimiliki pasukan Syam. Abdul Malik bin Marwan
yang kemudian menjadi khalifah, melakukan renovasi kembali Kakbah
berdasarkan bangunan di masa Nabi Muhammad SAW dan bukan berdasarkan
pondasi Nabi Ibrahim. Kakbah dalam sejarah selanjutnya beberapa kali
mengalami kerusakan sebagai akibat dari peperangan dan karena umur
bangunan.
Ketika masa pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid pada masa kekhalifahan
Abbasiyyah, khalifah berencana untuk merenovasi kembali kakbah sesuai
pondasi Nabi Ibrahim dan yang diinginkan Nabi Muhammad SAW. namun segera
dicegah oleh salah seorang ulama terkemuka yakni Imam Malik karena
dikhawatirkan nanti bangunan suci itu dijadikan ajang bongkar pasang
para penguasa sesudah beliau. Sehingga bangunan Kakbah tetap sesuai masa
renovasi khalifah Abdul Malik bin Marwan sampai sekarang.
Sebagaimana yang diperlihatkan dokumenter Kerajaan Arab Saudi, isi dalam
Ka'bah hanya berupa ruangan kosong. Bahagian dalam Ka'bah terdapat tiga
pilar dari kayu gaharu terbaik. Panjang satu pilar sekitar seperempat
meter atau setengah meter berwarna campuran antara merah dan kuning.
Ketiga pilar ini berjejer lurus dari utara ke selatan
Hikmah dibalik penetapan Kiblat
Adakah hikmah dibalik penetapan Kiblat?
Sebagaimana kita ketahui, ibadah puasa dan dzikrullah (mengingat Allah SWT) adalah ibadah individu. Adapun Shalat dan Haji adalah ibadah yang dikerjakan secara berjama’ah (bersama-sama). Dalam penetapan Kiblat terkandung makna penegasan dan pengajaran tata-cara dan tata-krama (etika) suatu dinamika kelompok. Prinsip terpenting untuk mencapai kesatuan dan kesetia-kawanan (solidaritas) kelompok adalah dengan penyatuan arah pandangan yang menafikkan pengelompokan atas dasar kebangsaan, rasialisme, kesukuan, asal wilayah, bahasa, maupun asal negara.
Allah SWT memilih Kiblat sebagai jalan-keluar untuk mencapai Kesatuan dan Solidaritas Umat karena, pilihan selain Kiblat, alih-alih mempersatukan, justru mengkotak-kotakkan Umat. Agama Islam adalah agama semua Nabi. Maka, satu-satunya penegasan bahwa semua Nabi hanya mengajarkan satu ajaran (yakni, Tauhid) adalah dengan penetapan sebuah ‘Titik-Arah’ Peribadatan.
Kiblat yang tunggal untuk semua orang di seluruh penjuru dunia melambangkan kesatuan dan keseragaman diantara mereka. Lebih dari itu, perintah ini sangat sederhana dan mudah dikerjakan, baik oleh lelaki ataupun perempuan, berpendidikan tinggi ataupun rendah, orang kampung ataupun orang kota, kaya ataupun miskin, semuanya menghadap ke titik yang sama. Hal ini menunjukkan betapa sederhananya dan betapa indahnya Al-Islam.
Perlu dicatat dalam ingatan bahwa, jika keputusan ini diserahkan kepada umat niscaya terjadilah ketidak-sepakatan yang sangat tajam. Namun, dengan Rahmat Allah SWT diputuskan-Nya hal ini sekali saja untuk ditaati oleh semua insan, sebagai pemersatu dan penyeragaman Umat Islam. Maka dari itu, ketika Adam AS sampai ke bumi, pondasi Baitullah (Ka’bah) telah diletakkan oleh para malaikat. Kiblat untuk Nabi Adam AS dan keturunannya adalah Ka’bah yang bentuknya masih sangat sederhana ini. Allah SWT berfirman didalam Surat Ali ‘Imran ayat 96:
Sesungguhnya, rumah yang pertama kali dibangun untuk (tempat ibadah) manusia, adalah Baitullah di Bakkah (Makkah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi semesta alam.
Mengapa Hajarul Aswad itu dicium cium ?
Kisah ini diperoleh dari seorang dzuriat Rasul lewat sebuah karya tulisnya berjudul \” Malaikat Djibril\”
Sayapun memperoleh buku ini seperti tidak lewat sebuah kebetulan saja. Karena ketika itu saya sebelum memperoleh buku ini 3 kali berturut-turut di arahkan kesebuah nama yaitu Djibril AS.
Berikut penjelasannya:
Dahulu Kala pada Zaman Azali ketika Adampun belumlah diciptakan ada
mahluk Allah yang paling dekat kedudukannya disisi Allah. Mahluk ini
dari golongan malaikat. Bahkan setaraf Djibril Mikail dan Israfil selaku
Malaikat Utama (kalau orang Nasrani menyebutnya Archangel) kedudukannya
masih dibawahnya.
Ketika itu dia bertanya kepada Allah selaku penciptanya, siapakah mahluk yang paling disayangi oleh Allah. \” Ya Allah, bukankah aku mahluk yang paling dekat dan engkau sayangi di semesta ini?\” tetapi Allah menjawab Tidak. Allah mengatakan bahwa masih ada seorang hambanya yang paling dekat dan disayangi oleh Allah di alam semesta ini. Dan mahluk ini berasal dari jenis manusia.
Ketika itu dia bertanya kepada Allah selaku penciptanya, siapakah mahluk yang paling disayangi oleh Allah. \” Ya Allah, bukankah aku mahluk yang paling dekat dan engkau sayangi di semesta ini?\” tetapi Allah menjawab Tidak. Allah mengatakan bahwa masih ada seorang hambanya yang paling dekat dan disayangi oleh Allah di alam semesta ini. Dan mahluk ini berasal dari jenis manusia.
Ketika Adam diciptakan malaikat ini, memohon kepada Allah agar dia
bisa selalu dekat dengan hamba-Nya yang paling disayangi agar mendapat
kemuliaan yang sama dengannya. Maka Allahpun mengabulkannya dengan
mengubahnya menjadi sebuah mutiara berwarna putih bersih. Ketika Adam
terusir dari syurga, Adam diberikan sebuah mutiara yang tidak lain
adalah malaikat itu. Allah meminta kepada Adam untuk meletakannya
disebuah bangunan yang akan digunakan untuk beribadah kepada Allah. Dan
Adam beserta keturunannya diminta untuk mencium mutiara ini, yang sampai
hari ini masih dilakukan oleh ummat Islam. Dan bangunan itu adalah
ka\’bah sedang mutiara putih bersih itu adalah Hajarul Aswad (batu
hitam) yang telah berubah warnanya menjadi hitam legam akibat dosa-dosa
manusia yang menciumnya. Akan tetapi semua itu tidak mampu menutupi
wangi semerbak mahluk Allah yang istimewa ini.
HAJAR ASWAD BUKAN BATU METEORIT
“Encyclopedia
Americana menulis : “…Sekiranya orang2 Islam berhenti melaksanakan
thawaf ataupun shalat di muka bumi ini, niscaya akan terhentilah
perputaran bumi kita ini, karena rotasi dari super konduktor yg berpusat
di Hajar Aswad, tidak lagi memancarkan gelombang elektromagnetik.
Menurut hasil penelitian dari 15 Universitas : menunjukkan Hajar Aswad adalah batu meteor yg mempunyai kadar logam yg sangat tinggi, yaitu 23.000 kali dari baja yg ada.“
Bagi umat muslim khusus nya, hal ini
sangat menggembirakan seraya bagi pembaca nya pastilah akan mengucap
kalimat “Subhanallah, Allahuakbar, Masyaallah” tidak ada salah nya
memang ketika kita menemukan sesuatu yang “amazing” dan membuat diri
kita merasa heran akan kebesaranNya. Namun sekarang pertanyaan nya,
benarkah pemberitaan itu bahwa hajar aswad terbuat dari batu meteor?
Hajar Aswad merupakan batu suci yang
terletak pada pojok timur sebuah bangunan berbentuk kubus dengan ukuran
tinggi 13,10m, sisi 11,03m kali 12,62m atau yang kita kenal sebagai
ka’bah. Hajar Aswad diriwayatkan sebagai batu yang berasal dari luar
bumi dimana umat muslim meyakini nya hajar aswad merupakan batu yang
berasal dari surga. Disisi lain dalam sebuah katalog meteorit yang
disusun oleh geolog Prior-Hey (1953) hajar aswad dikategorikan sebagai
sebuah meteorit yang memiliki jenis aerolit/siderolit. Meteorit yang
memiliki jenis aerolit/siderolit memiliki kandungan kaya akan besi dan
silikat.
Merujuk pada sebuah riwayat yang
mengatakan bahwa Hajar Aswad dapat terapung di dalam air, hal ini seolah
mendobrak pernyataan yang tertulis pada katalog meteorit yang di buat
oleh geolog Prior-Hey (1953) dimana meteorit jenis siderolit memiliki
ciri lain yang senantiasa tenggelam jika di masukkan kedalam air
mengingat massa jenis nya antara 5 hingga 7 gram/cc. Oleh karena itu
hajar aswad kemudian dianggap sebagai sisa material yang berasal dari
produk tumbukan atau disebut sebagai impaktit yakni padatan rapuh
berongga-rongga yang menyerupai batu apung.
Di daratan saudi arabia, produk hasil tumbukan atau yang lebih akrab disebut dengan impakti dapat dijumpai dilokasi kawah meteor Wabar sekitar 550km sebelah tenggara kota Riyadh. Namun pendapat ini akhirnya terbantahkan dengan sendirinya mengingat kawah Wabar yang ditemukan pada tahun 1932 ternyata terbentuk pada 9 januari 1704 melalui jatuh nya sebuah meteor yang cukup besar berukuran 10 meter yang sangat kaya dengan besi. Mengingat tumbukan meteor yang terjadi pada tahun 1704 atau dengan kata lain tumbukan terjadi lebih dari 3.500 setelah renovasi Ka’bah oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS sehingga mustahil Hajar Aswad berasal dari proses tumbukan ini.
Di daratan saudi arabia, produk hasil tumbukan atau yang lebih akrab disebut dengan impakti dapat dijumpai dilokasi kawah meteor Wabar sekitar 550km sebelah tenggara kota Riyadh. Namun pendapat ini akhirnya terbantahkan dengan sendirinya mengingat kawah Wabar yang ditemukan pada tahun 1932 ternyata terbentuk pada 9 januari 1704 melalui jatuh nya sebuah meteor yang cukup besar berukuran 10 meter yang sangat kaya dengan besi. Mengingat tumbukan meteor yang terjadi pada tahun 1704 atau dengan kata lain tumbukan terjadi lebih dari 3.500 setelah renovasi Ka’bah oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS sehingga mustahil Hajar Aswad berasal dari proses tumbukan ini.
Mencari hubungan antara Hajar Aswad dengan meteorit salah satunya bisa dilakukan dengan mencari dan memetakan kawah tumbukan meteor
di sekujur Jazirah Arabia dan Nubia (Mesir-Sudan). Asumsinya, jika
Hajar Aswad adalah meteorit, maka ia tiba di muka Bumi lewat proses
tumbukan benda langit nan khas sehingga masih menyisakan bongkah-bongkah
meteoritnya tanpa sempat lebur menjadi butir-butir mikrometeorit akibat
tingginya tekanan dan besarnya energi tumbukan.
Hingga tahun 2011 di kawasan tersebut telah dijumpai 13 kawah/sisa kawah mirip kawah meteor, namun hanya 3 diantaranya yang bisa dipastikan dibentuk oleh tumbukan meteor
karena menyisakan meteorit/menampakkan jejak mineral/batuan kunci,
yakni kawah Wabar (Saudi Arabia), Jebel Waq as-Suwwan (Yordania) dan
Kamil (Mesir). Dari ketiganya hanya kawah Wabar dan Kamil yang
berpotensi menyisakan bongkah meteorit besar karena meteornya berupa meteor
besi (siderit), titik tumbukan di padang pasir (sehingga tekanannya
lebih rendah karena redamannya lebih besar) dan berusia sangat muda
secara geologis karena terjadi di era Holosen (kurang dari 10.000 tahun
terakhir).
Dengan berbagai teknik pertanggalan
radioaktif diketahui kawah Wabar terbentuk +/- 300 tahun silam,
sementara kawah Kamil +/- 5.000 tahun silam. Di sisi lain renovasi
Ka’bah era Nabi Ibrahim AS terjadi sekitar 4.000 tahun silam, sehingga
pembangunan Ka’bah di era Nabi Adam AS mungkin terjadi sekitar
8.000-9.000 tahun silam mengingat antara kedua nabi tersebut hidup
sejumlah nabi dan rosul lainnya yang masing-masing berusia amat panjang
(misalnya Nabi Nuh AS, yang berusia 1.000 tahun). Maka secara temporal
(waktu) waktu amat sulit guna mengaitkan meteorit kedua kawah itu dengan
Hajar Aswad, mengingat Hajar Aswad telah ada terlebih dahulu dibanding
kedua kawah.
Hajar Aswad pernah diasumsikan sebagai
batuan beku hasil aktivitas gunung berapi. Gunung berapi secara umum
menghasilkan batuan beku asam (kaya silika/SiO2) serta batuan beku basa
(kaya oksida logam-logam kalium, natrium, magnesium dan kalsium). Batuan
beku asam secara umum berwarna terang/cerah, berkebalikan dengan batuan
beku basa yang gelap. Salah satu bakuan beku asam itu memiliki ciri
khas mampu terapung di air, yakni batu apung (pumice) yang 90 %
bagiannya adalah pori-pori sehingga bermassa jenis lebih kecil dari 1
gram/cc. Banyak batuapung yang memiliki warna putih. Kekhasan ini cukup
menarik mengingat Hajar Aswad diriwayatkan juga berwarna putih dan dapat
terapung di air.
Batuapung umumnya terbentuk dalam
letusan eksplosif dahsyat dengan skala letusan setara/lebih dari 5 VEI,
yang salah satu ciri khasnya menghasilkan kaldera. Gunung-gunung berapi
yang mampu membentuk batuapung umumnya adalah gunung berapi andesitik
(gunung berapi bermagma asam), yakni yang terletak di dekat zona
subduksi lempeng tektonik. Gunung-gunung berapi demikian banyak dijumpai
di Indonesia, sehingga tak heran bila batuapung muncul dalam letusan
Krakatau 1883 maupun Tambora 1815.
Jazirah Arabia bagian barat juga
merupakan wilayah yang aktif secara vulkanik. Tetapi vulkanisme di sini
tidak membentuk gunung berapi andesitik, melainkan basaltik (gunung
berapi bermagma basa). Musababnya sumber magma di sini bukanlah subduksi
antar lempeng melainkan titik panas (hotspot) di tengah-tengah lempeng.
Salah satu jalur vulkanik Arabia membentang dari kota Mekkah ke utara
melintasi kota Madinah dan berujung di daratan Nufud (panjang +/- 600
km), yang menumbuhkan dua gunung api raksasa: Harrat Rahat dan Harrat
Khaybar. Selain menghasilkan batuan beku basa yang gelap, magma basaltik
yang dimuntahkan gunung-gunung berapi Arabia pun cukup encer sehingga
tidak terbentuk gunung berbentuk kerucut tinggi seperti di Indonesia,
melainkan berbentuk amat lebar dengan puncak-puncak kerucut yang jauh
lebih rendah.
Dengan demikian, apakah Hajar Aswad
analog dengan batuapung? Dalam konteks geologi Jazirah Arabia, amat
sulit untuk menghubungkannya. Mengingat vulkanisme Arabia lebih dominan
menghasilkan batuan beku basa dan tidak dijumpai jejak-jejak letusan
eksplosif. memang ada kaldera di Jabal Salma (Nufud), namun kaldera ini
terbentuk sekitar 580 juta tahun silam dan terlalu tua untuk bisa
menghasilkan batuapung.
Jadi, jika Hajar Aswad amat sulit dikaitkan dengan batu meteorit dan
juga batu vulkanik, lantas batu ini analog dengan apa? Wallahua’lam.
Dikutip dari M Ma’rufin Sudibyo
1. Sudibyo. 2012. Ensiklopedia Fenomena Alam dalam al-Qur’an, Menguak Rahasia Ayat-Ayat Kauniyah. Surakarta: Tinta Medina, dalam Bab 5: Gunung Berapi
2. Kellogg. 1985. The Salma Caldera Complex, Northeastern Arabian Shield, Kingdom of Saudi Arabia. USGS Open File Report 85-370.
(Chabou. 2011. Abstract, Arab Impact Cratering and Astrogeology Connference II, Morocco)
Dikutip dari M Ma’rufin Sudibyo
1. Sudibyo. 2012. Ensiklopedia Fenomena Alam dalam al-Qur’an, Menguak Rahasia Ayat-Ayat Kauniyah. Surakarta: Tinta Medina, dalam Bab 5: Gunung Berapi
2. Kellogg. 1985. The Salma Caldera Complex, Northeastern Arabian Shield, Kingdom of Saudi Arabia. USGS Open File Report 85-370.
(Chabou. 2011. Abstract, Arab Impact Cratering and Astrogeology Connference II, Morocco)
(Sudibyo. 2012. Sang Nabi pun Berputar, Arah Kiblat dan Tata Cara Pengukurannya. Surakarta: Tinta Medina, dalam Bab 1: Ka’bah)
Niat Jelek Orientalis Plus Keawaman Umat Islam
Jadi hanya kalangan orientalis barat yang bodoh dan kurang bacaan saja
yang dengan pandirnya menafsirkan bahwa orang arab jahiliyah/umat islam
menyembah ka’bah. Sungguh sebuah analisa yang menelanjangi kedangkalan
ilmu mereka dan justru menjelaskan bagaimana ketelatan-berpikir mereka
atas kajian yang mereka tulis. Apalagi bila sampai kepada kesimpulan bahwa orang Islam menyembah ka’bah dan Hajar Aswad
Sesungguhnya umat Islam berdiri di mihrab menghadap Ka’bah, baik mihrab
itu terbuat dari batu, tanah liat, kayu ataupun yang lainnya. Begitu
juga Ka’bah,seandainya terbuat dari tanah liat, kayu atau emas, umat Islam
tetap menghormatinya karena enghormatan Allah untuknya.
Umat Islam
menghormati Al-Hajar Al-Aswad juga karena penghormatan Allah untuknya.
Sebagaimana yang pernah dikatakan noleh Umar bin Al-Khatab ketika
mencium Al-Hajar Al-Aswad,
”Demi Allah, sesungguhnya aku tahu bahwa kamu itu hanya sebuah batu yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudharat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu niscaya aku tidak akan menciummu.”
”Demi Allah, sesungguhnya aku tahu bahwa kamu itu hanya sebuah batu yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudharat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu niscaya aku tidak akan menciummu.”
Orang bertamupun harus mengucapkan salam terlebih dahulu..
Seorang anak yg akan pergi ke sekolahpun jika ia menghargai kedua orangtuanya pun ada baiknya berpamitan dan mencium kedua tangan orangtuanya..
jangan jadikan mencium hazar aswad / memegang ka'bah tersebut sebagai sebuah kemusyrikan..
karena hanya pada Allah Azza Wa Jalla lah seorang hamba dapat meminta rezeki dan juga meminta ampunannya dari segala dosa yang telah diperbuat di bumi ini..
TUJUAN UMAT ISLAM/MUSLIM MELAKSANAKAN IBADAH HAJI
Seorang anak yg akan pergi ke sekolahpun jika ia menghargai kedua orangtuanya pun ada baiknya berpamitan dan mencium kedua tangan orangtuanya..
jangan jadikan mencium hazar aswad / memegang ka'bah tersebut sebagai sebuah kemusyrikan..
karena hanya pada Allah Azza Wa Jalla lah seorang hamba dapat meminta rezeki dan juga meminta ampunannya dari segala dosa yang telah diperbuat di bumi ini..
TUJUAN UMAT ISLAM/MUSLIM MELAKSANAKAN IBADAH HAJI
Tujuan Allah memerintahkan umat islam untuk melaksanakan ibadah Haji bagi yang mepunyai kemampuan. Salah satu ayat dalam Surat
Al-Hajj {17:28-29}
" Gunanaya mereka berkunjung, ialah supaya mereka :
menyaksikan berbagai-bagai manfaat manfaat untuk mereka, dan menyebut
nama Allah dalam beberapa hari yang telah ditentukan."Lalu hendaklah
mereka : membersihkan kotoran-kotoran yang melekat dibadannya,
menyempurnakan nazar-nazarnya dan melakukan tawaf disekeliling rumah tua
itu."
IBADAH HAJI ITU BUKAN UNTUK MENGEJAR SEBUAH GELAR DUNIAWI,
Jadi maksudnya pada ibadah haji itu disamping
merupakan wajib bagi yang mampu namun banyak pelajaran yang didapat pada
saat melaksanakan rukun haji tersebut, seperti apa yang ada dalam hati
manusia seperti, sombong,takabur,serta perbuatannya yang tidak diridhoi
Allah.
Dan banyak juga yang keliru
penafsirannya karena banyak yang beranggapan kalau naik haji apabila
mohon ampun di Baitullah, maka hapus semua dosa-dosa sebelumnya kembali
seperti layaknya seorang bayi tanpa dosa." pendapat demikian adalah
salah besar karena tidak semua bisa mendapatkan hal tersebut." kalau semua
bisa demikian itu namanya tidak adil.' karena enak orang yang kaya bisa
tiap tahun naik haji dan dosa-dosa langsung hapus?
jadi hapus dosa hanya untuk orang kaya?
jadi hapus dosa hanya untuk orang kaya?
Yang benar adalah demikian apabila sebelum naik
haji sudah menjalankan syariat ajaran sesuai Al-Qur'an sudah dikerjakan
dengan benar seperti mengeluarkan Infak,Sedekah, zakat dan selalu
berbuat amal kebajikan dan menghindari perbuatan maksiat serta
menjauhkan larangan-laranganNya. Kemudian untuk menyempurnakannya maka
berangkatlah naik haji dan kalau tadinya dosa-dosa sebelumnya ibarat
daunnya sudah jarang-jarang maka pada saat di Wisuda untuk mendapat
gelar Haji maka rontoklah daun-daun dosa tersebut. Inilah baru dinamakan
dosa-dosanya dihapus semua kembali seperti bayi tanpa dosa.
Demikianlah kalau kita belum mampu
bertingkah laku serta berperilaku sebagai orang-orang yang beriman atau
mendekati orang -orang yang Takwa sebaiknya ada rasa malu terhadap diri
sendiri menggunakan atribut gelar atau titel Haji dan peci /sorban yang
putih yang kita gunakan sebagai lambang kesucian hati
Sebelum berangkat haji atau berada di kota suci Mekkah/Madinah pasti
orang yang telah diberikan petunjuk oleh ALLAH SWT akan ditunjukkan dan
dirasakan langsung
bagi yang sedang melaksanakan haji. Namun yang merasakan adalah
masing-masing pribadi dan ada yang tidak mau menceritakan yang
dirasakannya karena malu membuka aibnya sendiri.
Inilah pelajaran sebetulnya yang perlu diambil yaitu untuk memperbaiki diri setelah kembali dari melaksanakan haji agar bisa merobah dan memperbaiki semua perbuatan-perbuatan yang pernah kita kerjakan sebelum naik haji." Dan tujuannya agar semua sesuai dengan apa yang diridhoi Allah yaitu melaksankan suruhanNya dan menjauhkan laranganNya."
Inilah pelajaran sebetulnya yang perlu diambil yaitu untuk memperbaiki diri setelah kembali dari melaksanakan haji agar bisa merobah dan memperbaiki semua perbuatan-perbuatan yang pernah kita kerjakan sebelum naik haji." Dan tujuannya agar semua sesuai dengan apa yang diridhoi Allah yaitu melaksankan suruhanNya dan menjauhkan laranganNya."
Perhatikanlah uang yang kalian peroleh untuk melaksanakan ibadah haji/umroh..
dari manakah ia berasal ? apakah didapatkan dengan cara yang halal atau didapa dengan cara yang haram ?
dari manakah ia berasal ? apakah didapatkan dengan cara yang halal atau didapa dengan cara yang haram ?
Silahkan berbagi jika Anda memiliki pengalaman spiritual saat melaksanakan ibadah haji/umroh, dengan meninggalkan komentar...
Agar memberikan pelajaran bagi umat manusia lainnya :)
al Usul Batu Hitam Hajar Aswad
Hajar Aswad adalah batu hitam yang terletak di sudut sebelah
Tenggara Ka’bah, yaitu sudut dari mana Tawaf dimulai. Hajar Aswad
merupakan jenis batu ‘RUBY’ yang diturunkan Allah dari surga melalui
malaikat Jibril. Hajar Aswad terdiri dari delapan keping yang terkumpul
dan diikat dengan lingkaran perak. Batu hitam itu sudah licin karena
terus menerus di kecup, dicium dan diusap-usap oleh jutaan bahkan
milyaran manusia sejak Nabi Adam, yaitu jamaah yang datang ke Baitullah,
baik untuk haji maupun untuk tujuan Umrah.
Hadist Sahih riwayat Imam Bathaqie dan Ibnu ‘Abas RA, bahwa Rasul SAW bersabda:
“Allah akan membangkitkan Al-Hajar (Hajar Aswad) pada hari kiamat. Ia dapat melihat dan dapat berkata. Ia akan menjadi saksi terhadap orang yang pernah memegangnya dengan ikhlas dan benar”.
“Allah akan membangkitkan Al-Hajar (Hajar Aswad) pada hari kiamat. Ia dapat melihat dan dapat berkata. Ia akan menjadi saksi terhadap orang yang pernah memegangnya dengan ikhlas dan benar”.
Hadis tersebut
mengatakan bahwa disunatkan membaca do’a ketika hendak istilam
(mengusap) atau melambainya pada permulaan thawaf atau pada setiap
putaran, sebagai mana, diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA.
“Bahwa Nabi Muhammad SAW datang ke Ka’bah lalu diusapnya Hajar Aswad sambil membaca Bismillah Wallahu Akbar”.
Perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan syariat ini hendaknya dipahami sebagai bentuk ittiba’(mengikuti) sunah Rasulullah saw. Dia bukan bentuk penghambaan dan pemujaan terhadapnya, juga bukan keyakinan bahwa batu tersebut dapat mendatangkan manfaat atau mudharat. Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab yang masyhur dalam riwayat muttafaq alaih, “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu yang tidak mendatangkan manfaat atau menimbulkan bahaya. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw menciummu, niscaya aku tidak menciummu.”
Selain itu, perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan ketentuan syariat tersebut diniatkan untuk mendapatkan fadhilah atau keutamannya, di antaranya adalah terhapusnya dosa (HR. Ahmad).
Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Hajar Aswad di hari kiamat akan mengenali orang-orang yang menciumnya.
Hanya saja semua dianjurkan dengan tidak menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun ucapan. Kejadian ini sering terjadi saat kondisi sangat sesak dan setiap orang berebut ingin menciumnya, sehingga tak jarang sering terjadi caci maki dan tindakan menyakiti saudaranya. Bayangkan, jika hal tersebut terjadi di pasar, maka dia merupakan perbuatan tercela, apalagi jika terjadi di depan Ka’bah yang mulia.
Rasulullah saw pernah mengingatkan Umar bin Khattab, bahwa karena dia orang yang kuat secara fisik, agar jangan menyakiti orang lemah. Maka hendaknya dia mengusapnya ketika sepi. Adapun ketika penuh sesak, maka cukup menghadapnya dan bertakbir.
Disyariatkan pula terkait dengan Hajar Aswad, menjadikannya sebagai tempat awal dan akhir bagi orang yang melakukan Thawaf. Para ulama umumnya berpendapat, bahwa thawaf yang tidak dimulai dari Hajar Aswad, tidak dianggap sebagai satu putaran. Caranya, ketika hendak memulai thawaf, hadapkan tubuh ke arah Ka’bah sejajar dengan Hajar Aswad, lalu lambaikan tangan (jika sulit mencium atau mengusapnya) sambil berucap, ‘Bismillahi Allahu Akbar’ setelah itu berjalan dengan menjadikan Ka’bah di sebelah kirinya. Begitu seterusnya hingga tujuh putaran.
Lalu diakhiri di Hajar Aswad. Kemudian shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, atau jika tidak memungkinkan dimana saja di Masjidil Haram.
ASAL – USUL HAJAR ASWAD
Perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan syariat ini hendaknya dipahami sebagai bentuk ittiba’(mengikuti) sunah Rasulullah saw. Dia bukan bentuk penghambaan dan pemujaan terhadapnya, juga bukan keyakinan bahwa batu tersebut dapat mendatangkan manfaat atau mudharat. Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab yang masyhur dalam riwayat muttafaq alaih, “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu yang tidak mendatangkan manfaat atau menimbulkan bahaya. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw menciummu, niscaya aku tidak menciummu.”
Selain itu, perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan ketentuan syariat tersebut diniatkan untuk mendapatkan fadhilah atau keutamannya, di antaranya adalah terhapusnya dosa (HR. Ahmad).
Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Hajar Aswad di hari kiamat akan mengenali orang-orang yang menciumnya.
Hanya saja semua dianjurkan dengan tidak menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun ucapan. Kejadian ini sering terjadi saat kondisi sangat sesak dan setiap orang berebut ingin menciumnya, sehingga tak jarang sering terjadi caci maki dan tindakan menyakiti saudaranya. Bayangkan, jika hal tersebut terjadi di pasar, maka dia merupakan perbuatan tercela, apalagi jika terjadi di depan Ka’bah yang mulia.
Rasulullah saw pernah mengingatkan Umar bin Khattab, bahwa karena dia orang yang kuat secara fisik, agar jangan menyakiti orang lemah. Maka hendaknya dia mengusapnya ketika sepi. Adapun ketika penuh sesak, maka cukup menghadapnya dan bertakbir.
Disyariatkan pula terkait dengan Hajar Aswad, menjadikannya sebagai tempat awal dan akhir bagi orang yang melakukan Thawaf. Para ulama umumnya berpendapat, bahwa thawaf yang tidak dimulai dari Hajar Aswad, tidak dianggap sebagai satu putaran. Caranya, ketika hendak memulai thawaf, hadapkan tubuh ke arah Ka’bah sejajar dengan Hajar Aswad, lalu lambaikan tangan (jika sulit mencium atau mengusapnya) sambil berucap, ‘Bismillahi Allahu Akbar’ setelah itu berjalan dengan menjadikan Ka’bah di sebelah kirinya. Begitu seterusnya hingga tujuh putaran.
Lalu diakhiri di Hajar Aswad. Kemudian shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, atau jika tidak memungkinkan dimana saja di Masjidil Haram.
ASAL – USUL HAJAR ASWAD
Ketika
Nabi Ibrahim a.s bersama anaknya membangun Ka’bah banyak kekurangan
yang dialaminya. Pada mulanya Ka’bah itu tidak ada bumbung dan pintu
masuk. Nabi Ibrahim a.s bersama Nabi Ismail mau membangunnya dengan
meninggikan bangunannya dan mengangkut batu dari berbagai gunung.
setelah bangunan Ka’bah itu hampir selesai, ternyata Nabi Ibrahim masih
merasa kekurangan sebuah batu lagi untuk diletakkan di Kaabah.
Nabi
Ibrahim berkata pada Nabi Ismail, “Pergilah engkau mencari sebuah batu
yang akan aku letakkan sebagai penanda bagi manusia.”
Kemudian
Nabi Ismail a.s pun pergi dari satu bukit ke satu bukit untuk mencari
batu yang baik dan sesuai. Ketika Nabi Ismail a.s sedang mencari batu di
sebuah bukit, tiba-tiba datang malaikat Jibril a.s memberikan sebuah
batu yang cantik. Nabi Ismail dengan segera membawa batu itu kepada Nabi
Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a.s. merasa gembira melihat batu yang sungguh
cantik itu, beliau menciumnya beberapa kali. Kemudian Nabi Ibrahim a.s
bertanya, “Dari mana kamu dapat batu ini?”
Nabi Ismail berkata, “Batu ini kuterima dari yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu (Jibril).”
Nabi
Ibrahim mencium lagi batu itu dan diikuti oleh Nabi Ismail a.s.
Sehingga sekarang Hajar Aswad itu dicium oleh orang-orang yang pergi ke
Baitullah. Siapa saja yang bertawaf di Ka’bah disunnahkan mencium Hajar
Aswad.
Perhatikan Rahasia Besar Yang Tidak Pernah Kita Bayangkan Sebelumnya
- Satu riwayat Sahih dinyatakan: “HajarAswad dan Makam Ibrahim berasal dari batu-batu ruby surga yang kalaulah tidak karena sentuhan dosa-dosa manusia akan dapat menyinari antara timur dan barat. Setiap orang sakit yang memegangnya akan sembuh dari sakitnya”
- Dulunya batu Hajar Aswad itu putih bersih, tetapi akibat dicium oleh setiap orang yang datang menziarahi Ka’bah, ia menjadi hitam seperti terdapat sekarang. Wallahu a’alam.
- “‘Barangsiapa menunaikan ibadah haji, dan ia tak berbuat rafats dan fasik, maka ia kembali (suci dan bersih) seperti anak manusia yang baru lahir dari perut ibunya.” (Muttafaqun alaihi).
- Mencium hajar aswad pada saat Haji Di Baitullah tidak dapat diwakilkan, Ia menjadi penyedot Dosa tanpa kita sadari, alangkah beruntungnya orang yang bisa menyentuh, mengusap dan memegangnya.Mohon jangan salah mengartikannya makna menghapus dosa disini yaitu jika kalian mengalami pengalaman spiritual/petunjuk oleh Allah SWT saat melakukan ibadah haji, Sama halnya dengan makna dengan air wudlu yang menghapus dosa,. Maknailah kata-kata kiasan dari hadist dan ayat-ayat Al-Quran dengan hati bukan dengan mata.
Hadis Siti Aisyah RA mengatakan bahwa Rasul SAW bersabda:
“Nikmatilah (peganglah) Hajar Aswad ini sebelum diangkat (dari bumi).
Ia berasal dari surga dan setiap sesuatu yang keluar dari surga akan
kembali ke surga sebelum kiamat”.
Jika Tidak Bisa Menyentuh Dan Mencium Hajar Aswad
Menyentuh dan Mencium hajar aswad termasuk sunnah dalam manasik haji dan
umrah. Sunnah hanya dilakukan ini ketika thawaf dan selesai shalat dua
rakaat di belakang maqam Ibrahim*) saja. Selain itu tidak disunnahkan.
Disunnahkan sesuai dengan riwayat.
عَنْ عَابِسِ بْنِ رَبِيعَةَ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ يُقَبِّلُ الْحَجَرَ
وَيَقُولُ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَلَوْلاَ أَنِّى
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُقَبِّلُكَ لَمْ
أُقَبِّلْكَ
“Dari ‘Abis bin Rabi’ah, ia berkata, “Aku pernah melihat Umar bin Al
Khattab mencium Hajar Aswad. Kemudian Umar berkata, “Sungguh aku telah
menciummu, dan aku tahu pasti bahwa engkau hanyalah sekedar batu.
Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu” (HR. Al Bukhari dan
Muslim).
Akan tetapi ketika musim haji dengan banyaknya orang maka bisa
dipastikan sangat sulit bisa menyentuh atau menciumnya. Yang perlu
diperhatikan adalah jangan sampai seorang muslim berdesak-desakan dan
menyakiti muslim yang lain dengan mendorong atau menarik hanya untuk
menyentuh Hajar Aswad. Karena hukum menyentuh Hajar Aswad adalah sunnah
sedangkan tidak menganggu seorang muslim adalah kewajiban. Menyakiti
seorang muslim ada larangannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَاناً وَإِثْماً مُّبِيناً
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat
tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah
memikul kebohongan dan dosa yang nyata” (QS. Al Ahzab 58).
Berikut adalah 4 alternatif cara menyentuh dan mencium Hajar Aswad serta
bagaimana jika tidak bisa menyentuhnya. Syaikh DR. Sa’id bin Ali bin
Wahf Al-Qahthani hafizhahullah berkata, “Berkaitan dengan Hajar Aswad
ada 4 sunnah yang ada contohnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
yaitu:
- menyentuh Hajar Aswad dengan tangannya kemudian mencium dan bertakbir, ini adalah cara yang paling sempurna
- jika tidak memungkinkan, maka ia menyentuh dengan tangannya dan mencium tangannya
- jika tidak memungkinkan, maka ia menyentuh dengan tongkat atau semacamnya, kemudian mencium bagian yang tersentuh tersebut
- jika tidak memungkinkan, ia berisyarat dengan tangannya dan bertakbir akan tetapi ia TIDAK mencium tangannya.
(Al-Hajj wal Umrah wal Ziyarah, hal. 73)
Akhir kata, Kita semua tahu jika
Hajar Aswad hanyalah batu yang tidak memberikan mudorat atau manfaat,
begitu juga dengan Ka’bah, ia hanyalah bangunan yang terbuat dari batu.
Akan tetapi apa yang kita lakukan dalam prosesi ibadah haji tersebut
lebih baik kita niatkan sekedar mengikuti ajaran dan sunnah Nabi SAW.
Umar
bin Khatabpun juga pernah mengatakan “Aku tahu bahwa kau hanyalah batu,
kalaulah bukan karena aku melihat kekasihku Nabi SAW menciummu dan
menyentuhmu, maka aku tidak akan menyentuhmu atau menciummu”
Jadi
apa yang dikerjakan berjuta juta umat islam, scientis muslim, dan orang
-orang yang pandai bukanlah menyembah Batu seperti yang banyak
dituduhkan kaum yang picik sekali akalnya. Karena ada rahasia besar
dibalik setiap perilaku Nabi Muhammad saw dan sebab tentu saja apa yang
dilakukan oleh beliau pastilah berasal dari Allah, sebagaimana yang
terdapat dalam firmanNya :
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut
kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (QS. An-Najm : 53 ) “
Allaaahu Akbar, Tiada Ilah lagi
Yang Berhak DiSembah Selain Allah dan Saya (Penulis) Bersaksi bahwa
Muhammad Saw adalah Utusan Allah. Muhammad hanyalah seorang Rosul,
Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rosul.
Mulai Detik
Ini mari kita mencoba berperilaku sebagaimana Nabi Muhammad,
mencontohnya dalam segala tindak tanduk, makan, minum, berpakaian,
hingga tidurnya, sekalipun kita tidak mengerti rahasia besar di
sebaliknya
MENJAWAB FITNAH
"MENGAPA UMAT MUSLIM MENYEMBAH KA'BAH DAN HAJAR ASWAD ?"
Ka’bah adalah sebuah rumah ibadah, bukan sesembahan apalagi Tuhan. Shalat menghadap ka’bah tidak sama dengan menyembah ka’bah...
Di dalam Al-Quran Al-Karim, secara tegas Allah SWT menetapkan bahwa ka’bah adalah rumah yang pertama didirikan di muka bumi untuk menyembah Allah SWT disitu. Kemudian manusia di seluruh dunia bila hendak menyembah Allah SWT dengan cara sholat diwajibkan menghadapkan diri mereka ke arah ka’bah itu.
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (QS. Ali Imran : 96)
Dan dari mana saja kamu , maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. (QS. Al-Baqarah : 150)
Sejarah ka’bah
Sejarah ka’bah adalah sejarah sebelum peradaban manusia ini diciptakan Allah SWT dan sebelum mereka turun ke bumi. Adalah para malaikat yang diperintahkan Allah SWT untuk turun ke bumi dan mendirikan ka’bah lalu mereka diperintahkan untuk bertawaf di sekelilingnya.
Hingga datang masa penciptaan Nabi Adam dan singkat cerita beliau diturunkan ke bumi di wilayah yang sekarang bernama India. Selanjutnya beliau berjalan mencari istrinya Hawwa dan ternyata di sekitar rumah Allah inilah beliau bertemu dan kemudian tinggal lalu beranak pinak. Rumah Allah (ka’bah) ini menjadi tempat untuk beribadah kepada-Nya sepanjang masa, baik masa Nabi Nuh, Ibrahim atau nabi-nabi lainnya.
Arab Jahiliyah Pun Tidak Menyembah Ka’bah
Sejak zaman Nabi Adam as manusia tahu bahwa ka’bah bukanlah berhala yang
disembah. Bahkan hingga masa kehidupan bangsa Quraisy yang terkenal
sebagai penyembah berhala dan telah meletakkan tidak kurang dari 360
berhala di seputar ka’bah, mereka pun tidak terpikir untuk menyembah
ka’bah.
Bahkan orang arab di masa itu sering membuat tuhan dari makanan seperti
roti, kurma dan apapun yang menurut khayal mereka bisa dianggap menjadi
tuhan. Tapi tidak dengan ka’bah, karena dalam keyakinan mereka ka’bah
memang bukan tuhan atau berhala.
Mereka hanya melakukan ibadah dan tawaf di sekelilingnya. Ka’bah bagi
para penyembah berhala itu bukanlah berhala yang disembah, ka’bah bagi
mereka adalah rumah Allah SWT untuk melaksanakan ibadah.
Bukti Lain
Hal itu bisa menjadi lebih jelas ketika raja Abrahah dari Habasyah
menyerbu ka’bah dengan tentara bergajah.
Orang-orang Quraisy saat itu
tidak merasa takut ka’bah mereka akan hilang, karena dalam diri mereka
ada keyakinan bahwa ka’bah itu bukan tuhan, tapi ka’bah adalah rumah
Allah, tentu saja Sang Pemilik yang akan menjaganya. Abdul Muttalib
justru sibuk mengurus kambing-kambing miliknya yang dirampas sang raja.
Sedangkan masalah ka’bah, beliau yakin sekali pasti ada Yang Menjaganya.
Di dalam Al-Quran Al-Karim, peristiwa itu diabadikan dalam sebuah surat pendek :
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah ? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?, dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan .
(QS. Al-Fiil : 1-5)
Apakah yang dimaksud dengan Kiblat? Secara literal kiblat dalam bahasa Arab adalah pemusatan perhatian. Awalnya, sebelum ada kiblat, umat Islam awal shalat menghadap ke mana saja. Jadi, di satu tempat yang sama, bisa ada yang menghadap ke timur, barat, atau arah lain sesuka mereka. Kemudian, ditetapkanlah kiblat mengarah ke Masjidil Aqsha di Yerusalem. Menurut hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah Muhammad SAW mengerjakan shalat berkiblat ke Al-Quds selama sekitar 16 atau 17 bulan semasa berada di Madinah. Dalam sejarah Islam, arah kiblat memang pernah diubah. Setelah semula mengarah ke Masjdil Aqsha (Al-Quds), kemudian turun firman ALLAH SWT untuk mengubah arah kiblat
seperti diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 144:
Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan palingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Maka palingkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram.
Sejak saat itu, hingga kini, kiblat shalat umat Islam berubah ke Ka’bah, Hal ini dipercaya sama dengan kiblat yang telah pernah ditetapkan untuk Nabi Adam a.s. dan Nabi Ibrahim a.s.
Begitu kaum Yahudi di Madinah mengetahui bahwa Kiblat kaum Muslim telah berubah ke arah Masjidil Haram dan tidak lagi ke Masjidil Aqsa, mereka bukan saja berolok-olok dan menertawakan, melainkan juga terperanjat dengan perubahan itu. Ini karena selama ini mereka dapat menerima keberadaan umat Muslim sehubungan dengan kesamaan Kiblat dengan mereka. Kini dengan terpisahkannya Kiblat kaum Muslim dengan kaum Yahudi berarti pula bahwa orang-orang Muslim adalah sebuah umat tersendiri dan terpisahkan dari mereka orang-orang Yahudi. Maka sejak saat itu mereka memperkeras sikap pertentangan terhadap umat Islam dan memperlakukan umat Islam sebagai musuh.
Lebih jauh lagi, perubahan Kiblat ini mempertegas penjelasan bahwa Al-Aqsa maupun Masjidil-Haram bukanlah sebentuk berhala (benda yang disembah), dan tujuan sebenarnya dari menghadap ke arah Kiblat adalah melaksanakan perintah Allah SWT. Bisa saja diperintahkan-Nya kita menghadap ke Masjidil-Haram ataupun Masjidil-Aqsa. Kewajiban kita adalah mematuhi perintah-Nya dengan segenap akal dan sepenuh hati. Manfaat lain dari pengalihan Kiblat adalah untuk memisahkan antara orang-orang munafik dengan Muslim yang sejati. Perhatikanlah Firman Allah SWT didalam Surat Al-Baqarah Ayat 143,
… Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.
Perlu diingat bahwa adakalanya Sunnah dibatalkan oleh Al-Qur’an, dan jika tidak dibatalkan maka keabsahannya setara dengan Al-Qur’an. Misalnya, Semula arah Kiblat tidak disebutkan didalam Al-Qur’an, maka umat Muslim mengikuti Sunnah. Kemudian perubahan Kiblat ditegaskan didalam Al-Qur’an, namun ditekankan pula bahwa shalat yang telah dikerjakan menurut sunnah tidaklah sirna (nilainya).
Meski begitu, tidak pernah ada sebuah perintah yang menegaskan keharusan presisi secara geografis untuk menghadap kiblat ke Ka’bah di Mekkah. Karena jumhur ulama pun sepakat dalam keadaan tidak tahu arah kiblat atau melakukan shalat di perjalanan dalam arti di atas kendaraan yang bergerak, menghadap ke mana pun tidak masalah. Maka, hemat saya tidak menjadi persoalan besar apabila ada masjid -apalagi masjid kuno- yang meleset 1-2 derajat dalam menentukan arah kiblatnya. Bukankah ada tertulis firman ALLAH SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 115:
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, kemanapun kamu menghadap disitulah Wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Apa isi didalam Ka'bah Mekkah ?
Bangunan Ka'bah mempunyai tingginya sekitar 15 meter, panjang sisi sebelah utara 9.92 meter, sisi sebelah barat 12.15 meter, sisi sebelah selatan 25.10 meter, dan sisi sebelah timur 11.88 meter.
Pintu Ka'bah di sisi sebelah timur dengan tinggi sekitar 2 meter dari
tanah, terbuat dari emas murni dan bertuliskan ayat-ayat Alquran. Pada
masa pemerintahan Khalid ibn ‘Abd Al Aziz, pintu ini dibuat dari bahan
emas.
Sebelumnya, yaitu semenjak kekhalifahan Sultan Sulaiman Al Qanuni (959
H), pintu Ka'bah dibuat dari lempengan perak berlapiskan emas, terutama
daun pintu dan gemboknya.
Kakbah yang juga dinamakan Bayt al `Atiq (Arab:بيت العتيق, Rumah Tua)
adalah bangunan yang dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah SWT. Dalam
Al-Qur'an, surah 14:37 tersirat bahwa situs suci Kakbah telah ada
sewaktu Nabi Ibrahim menempatkan Hajar dan bayi Ismail di lokasi
tersebut.
Pada masa Nabi Muhammad SAW berusia 30 tahun (sekitar 600 M dan belum
diangkat menjadi Rasul pada saat itu), bangunan ini direnovasi kembali
akibat banjir bandang yang melanda kota Mekkah pada saat itu. Sempat
terjadi perselisihan antar kepala suku atau kabilah ketika hendak
meletakkan kembali batu Hajar Aswad pada salah satu sudut Kakbah, namun
berkat penyelesaian Muhammad SAW perselisihan itu berhasil diselesaikan
tanpa pertumpahan darah dan tanpa ada pihak yang dirugikan.
Pada saat menjelang Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi sampai
kepindahannya ke kota Madinah, bangunan Kabah yang semula rumah ibadah
agama monotheisme (Tauhid) ajaran Nabi Ibrahim telah berubah menjadi
kuil pemujaan bangsa Arab yang di dalamnya diletakkan sekitar 360
berhala/patung yang merupakan perwujudan tuhan-tuhan politheisme bangsa
Arab ketika masa kegelapan pemikiran (jahilliyah) padahal sebagaimana
ajaran Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa
Yahudi serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi, Allah SWT Sang Maha
Pencipta tidak boleh dipersekutukan dan disembah bersamaan dengan benda
atau makhluk apapun juga dan tidak memiliki perantara untuk menyembahNya
serta tunggal tidak ada yang menyerupaiNya dan tidak beranak dan tidak
diperanakkan (Surah Al-Ikhlas dalam Al-Qur'an).
Kabah akhirnya dibersihkan dari patung-patung agama politheisme ketika Nabi Muhammad membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah dan dikembalikan sebagai rumah ibadah agama Tauhid (Islam).
Kabah akhirnya dibersihkan dari patung-patung agama politheisme ketika Nabi Muhammad membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah dan dikembalikan sebagai rumah ibadah agama Tauhid (Islam).
Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya'ibah
sebagai pemegang kunci kakbah dan administrasi serta pelayanan haji
diatur oleh pemerintahan baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan,
Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai
saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai
pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah.
Di Mekkah, ada sebuah keluarga yang menyandang kemuliaan yang tidak terkalahkan oleh kemuliaan manapun. Keluarga ini adalah keluarga Asy Syaibi yang mereka adalah keturunan dari Bani Syaibah dan Bani Thalhah. Allah telah mengkhususkan keluarga ini untuk membawa dan memegang kunci Ka'bah al-Musyarrafah ini hingga Hari Kiamat. Rasulullah Saw, bersabda kepada mereka Bani Thalhah :
Di Mekkah, ada sebuah keluarga yang menyandang kemuliaan yang tidak terkalahkan oleh kemuliaan manapun. Keluarga ini adalah keluarga Asy Syaibi yang mereka adalah keturunan dari Bani Syaibah dan Bani Thalhah. Allah telah mengkhususkan keluarga ini untuk membawa dan memegang kunci Ka'bah al-Musyarrafah ini hingga Hari Kiamat. Rasulullah Saw, bersabda kepada mereka Bani Thalhah :
" Ambillah kunci tersebut
wahai Bani Thalhah dengan amanah Allah, dan berbuatlah didalamnya
dengan baik, kekal selamanya, turun temurun, tidak ada yang merebutnya
dari kalian kecuali orang zhalim ".
Syeikh Abdul Azizi Alu
Syaibah yang merupakan As-Sadin (juru kunci) Ka'bah adalah satu-satunya
orang yang membawa kunci Ka'bah. Beliau yang bertanggung jawab penuh
terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Ka'bah ; membuka,
menutup, mengidzinkan masuk atau tidak mengidzinkannya. Beliau juga
yang mengurusi penggantian Kiswahnya, memandikannya, serta memberinya
wewangian.
Dan Bani Syaibah ini adalah juru kunci Baitul Haram hingga
Hari Kiamat, sesuai dengan perintah Allah Swt dan wasiat rasulullah
Saw.
Dahulu, kakek kelima Rasulullah Qushai Bin Kilab ketika memimpin Ka'bah, ia memiliki putra sulung yang sangat disayangi yang bernama 'Abduddar,
ia seorang yang miskin. Maka Qushai Bin Kilab mengkhususkannya dengan
perkara-perkara yang mulia untuk menjadi juru kunci Ka'bah. Setelah
kematian 'Abduddar, tugas juru kunci berpindah kepada putranya yaitu
Utsman, kemudian Abdul Uzza bin Utsman, kemudian kepada Abu Thalhah
Abdullah bin Abdul Uzza.
Tatkala terjadi penaklukan
kota Mekkah, Rasulullah Saw membuka Ka'bah, lalu memasukinya dan
mengambil kunci Ka'bah dari Utsman bin Thalhah. Akan tetapi Allah Swt,
berfirman :
" Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya ". (QS. An Nisa' 4 : 58 )
Setelah turun ayat ini,
Rasulullah Saw memanggil Utsman bin Thalhah, kemudian memberikan kunci
tersebut kepadanya. Rasulullah Saw pun bersabda kepadanya dan kepada
putra pamannya, Syaibah bin Utsman bin Abi Thalhah, " Ambillah kunci
tersebut wahai bani Thalhah dengan amanah Allah, dan berbuatlah
didalamnya dengan baik, kekal selamanya, turun temurun, tidak
merebutnya dari kalian kecuali orang zhalim ".
Pada awalnya bangunan Kakbah terdiri atas dua pintu serta letak pintu
Kakbah terletak di atas tanah, tidak seperti sekarang yang pintunya
terletak agak tinggi. Pada saat Muhammad SAW berusia 30 tahun dan belum
diangkat menjadi rasul, dilakukan renovasi pada Kakbah akibat bencana
banjir.
Pada saat itu terjadi kekurangan biaya, maka bangunan Kakbah dibuat
hanya satu pintu. Adapula bagiannya yang tidak dimasukkan ke dalam
bangunan Kakbah, yang dinamakan Hijir Ismail, yang diberi tanda setengah
lingkaran pada salah satu sisi Kakbah. Saat itu pintunya dibuat tinggi
letaknya agar hanya pemuka suku Quraisy yang bisa memasukinya, karena
suku Quraisy merupakan suku atau kabilah yang dimuliakan oleh bangsa
Arab saat itu.
Nabi Muhammad SAW pernah mengurungkan niatnya untuk merenovasi kembali
Kakbah karena kaumnya baru saja masuk Islam, sebagaiman tertulis dalam
sebuah hadits perkataannya: "Andaikata kaumku bukan baru saja
meninggalkan kekafiran, akan aku turunkan pintu Kakbah dan dibuat dua
pintunya serta dimasukkan Hijir Ismail ke dalam Kakbah", sebagaimana
pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim.
Ketika masa Abdullah bin Zubair memerintah daerah Hijaz, bangunan itu
dibangun kembali menurut perkataan Nabi Muhammad SAW, yaitu diatas
pondasi Nabi Ibrahim. Namun ketika terjadi peperangan dengan Abdul Malik
bin Marwan penguasa daerah Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang)
dan Palestina, terjadi kebakaran pada Kakbah akibat tembakan peluru
pelontar (onager) yang dimiliki pasukan Syam. Abdul Malik bin Marwan
yang kemudian menjadi khalifah, melakukan renovasi kembali Kakbah
berdasarkan bangunan di masa Nabi Muhammad SAW dan bukan berdasarkan
pondasi Nabi Ibrahim. Kakbah dalam sejarah selanjutnya beberapa kali
mengalami kerusakan sebagai akibat dari peperangan dan karena umur
bangunan.
Ketika masa pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid pada masa kekhalifahan
Abbasiyyah, khalifah berencana untuk merenovasi kembali kakbah sesuai
pondasi Nabi Ibrahim dan yang diinginkan Nabi Muhammad SAW. namun segera
dicegah oleh salah seorang ulama terkemuka yakni Imam Malik karena
dikhawatirkan nanti bangunan suci itu dijadikan ajang bongkar pasang
para penguasa sesudah beliau. Sehingga bangunan Kakbah tetap sesuai masa
renovasi khalifah Abdul Malik bin Marwan sampai sekarang.
Sebagaimana yang diperlihatkan dokumenter Kerajaan Arab Saudi, isi dalam
Ka'bah hanya berupa ruangan kosong. Bahagian dalam Ka'bah terdapat tiga
pilar dari kayu gaharu terbaik. Panjang satu pilar sekitar seperempat
meter atau setengah meter berwarna campuran antara merah dan kuning.
Ketiga pilar ini berjejer lurus dari utara ke selatan
Hikmah dibalik penetapan Kiblat
Adakah hikmah dibalik penetapan Kiblat?
Sebagaimana kita ketahui, ibadah puasa dan dzikrullah (mengingat Allah SWT) adalah ibadah individu. Adapun Shalat dan Haji adalah ibadah yang dikerjakan secara berjama’ah (bersama-sama). Dalam penetapan Kiblat terkandung makna penegasan dan pengajaran tata-cara dan tata-krama (etika) suatu dinamika kelompok. Prinsip terpenting untuk mencapai kesatuan dan kesetia-kawanan (solidaritas) kelompok adalah dengan penyatuan arah pandangan yang menafikkan pengelompokan atas dasar kebangsaan, rasialisme, kesukuan, asal wilayah, bahasa, maupun asal negara.
Allah SWT memilih Kiblat sebagai jalan-keluar untuk mencapai Kesatuan dan Solidaritas Umat karena, pilihan selain Kiblat, alih-alih mempersatukan, justru mengkotak-kotakkan Umat. Agama Islam adalah agama semua Nabi. Maka, satu-satunya penegasan bahwa semua Nabi hanya mengajarkan satu ajaran (yakni, Tauhid) adalah dengan penetapan sebuah ‘Titik-Arah’ Peribadatan.
Kiblat yang tunggal untuk semua orang di seluruh penjuru dunia melambangkan kesatuan dan keseragaman diantara mereka. Lebih dari itu, perintah ini sangat sederhana dan mudah dikerjakan, baik oleh lelaki ataupun perempuan, berpendidikan tinggi ataupun rendah, orang kampung ataupun orang kota, kaya ataupun miskin, semuanya menghadap ke titik yang sama. Hal ini menunjukkan betapa sederhananya dan betapa indahnya Al-Islam.
Perlu dicatat dalam ingatan bahwa, jika keputusan ini diserahkan kepada umat niscaya terjadilah ketidak-sepakatan yang sangat tajam. Namun, dengan Rahmat Allah SWT diputuskan-Nya hal ini sekali saja untuk ditaati oleh semua insan, sebagai pemersatu dan penyeragaman Umat Islam. Maka dari itu, ketika Adam AS sampai ke bumi, pondasi Baitullah (Ka’bah) telah diletakkan oleh para malaikat. Kiblat untuk Nabi Adam AS dan keturunannya adalah Ka’bah yang bentuknya masih sangat sederhana ini. Allah SWT berfirman didalam Surat Ali ‘Imran ayat 96:
Sesungguhnya, rumah yang pertama kali dibangun untuk (tempat ibadah) manusia, adalah Baitullah di Bakkah (Makkah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi semesta alam.
Mengapa Hajarul Aswad itu dicium cium ?
Kisah ini diperoleh dari seorang dzuriat Rasul lewat sebuah karya tulisnya berjudul \” Malaikat Djibril\”
Sayapun memperoleh buku ini seperti tidak lewat sebuah kebetulan saja. Karena ketika itu saya sebelum memperoleh buku ini 3 kali berturut-turut di arahkan kesebuah nama yaitu Djibril AS.
Berikut penjelasannya:
Dahulu Kala pada Zaman Azali ketika Adampun belumlah diciptakan ada
mahluk Allah yang paling dekat kedudukannya disisi Allah. Mahluk ini
dari golongan malaikat. Bahkan setaraf Djibril Mikail dan Israfil selaku
Malaikat Utama (kalau orang Nasrani menyebutnya Archangel) kedudukannya
masih dibawahnya.
Ketika itu dia bertanya kepada Allah selaku penciptanya, siapakah mahluk yang paling disayangi oleh Allah. \” Ya Allah, bukankah aku mahluk yang paling dekat dan engkau sayangi di semesta ini?\” tetapi Allah menjawab Tidak. Allah mengatakan bahwa masih ada seorang hambanya yang paling dekat dan disayangi oleh Allah di alam semesta ini. Dan mahluk ini berasal dari jenis manusia.
Ketika itu dia bertanya kepada Allah selaku penciptanya, siapakah mahluk yang paling disayangi oleh Allah. \” Ya Allah, bukankah aku mahluk yang paling dekat dan engkau sayangi di semesta ini?\” tetapi Allah menjawab Tidak. Allah mengatakan bahwa masih ada seorang hambanya yang paling dekat dan disayangi oleh Allah di alam semesta ini. Dan mahluk ini berasal dari jenis manusia.
Ketika Adam diciptakan malaikat ini, memohon kepada Allah agar dia
bisa selalu dekat dengan hamba-Nya yang paling disayangi agar mendapat
kemuliaan yang sama dengannya. Maka Allahpun mengabulkannya dengan
mengubahnya menjadi sebuah mutiara berwarna putih bersih. Ketika Adam
terusir dari syurga, Adam diberikan sebuah mutiara yang tidak lain
adalah malaikat itu. Allah meminta kepada Adam untuk meletakannya
disebuah bangunan yang akan digunakan untuk beribadah kepada Allah. Dan
Adam beserta keturunannya diminta untuk mencium mutiara ini, yang sampai
hari ini masih dilakukan oleh ummat Islam. Dan bangunan itu adalah
ka\’bah sedang mutiara putih bersih itu adalah Hajarul Aswad (batu
hitam) yang telah berubah warnanya menjadi hitam legam akibat dosa-dosa
manusia yang menciumnya. Akan tetapi semua itu tidak mampu menutupi
wangi semerbak mahluk Allah yang istimewa ini.
HAJAR ASWAD BUKAN BATU METEORIT
“Encyclopedia
Americana menulis : “…Sekiranya orang2 Islam berhenti melaksanakan
thawaf ataupun shalat di muka bumi ini, niscaya akan terhentilah
perputaran bumi kita ini, karena rotasi dari super konduktor yg berpusat
di Hajar Aswad, tidak lagi memancarkan gelombang elektromagnetik.
Menurut hasil penelitian dari 15 Universitas : menunjukkan Hajar Aswad adalah batu meteor yg mempunyai kadar logam yg sangat tinggi, yaitu 23.000 kali dari baja yg ada.“
Bagi umat muslim khusus nya, hal ini
sangat menggembirakan seraya bagi pembaca nya pastilah akan mengucap
kalimat “Subhanallah, Allahuakbar, Masyaallah” tidak ada salah nya
memang ketika kita menemukan sesuatu yang “amazing” dan membuat diri
kita merasa heran akan kebesaranNya. Namun sekarang pertanyaan nya,
benarkah pemberitaan itu bahwa hajar aswad terbuat dari batu meteor?
Hajar Aswad merupakan batu suci yang
terletak pada pojok timur sebuah bangunan berbentuk kubus dengan ukuran
tinggi 13,10m, sisi 11,03m kali 12,62m atau yang kita kenal sebagai
ka’bah. Hajar Aswad diriwayatkan sebagai batu yang berasal dari luar
bumi dimana umat muslim meyakini nya hajar aswad merupakan batu yang
berasal dari surga. Disisi lain dalam sebuah katalog meteorit yang
disusun oleh geolog Prior-Hey (1953) hajar aswad dikategorikan sebagai
sebuah meteorit yang memiliki jenis aerolit/siderolit. Meteorit yang
memiliki jenis aerolit/siderolit memiliki kandungan kaya akan besi dan
silikat.
Merujuk pada sebuah riwayat yang
mengatakan bahwa Hajar Aswad dapat terapung di dalam air, hal ini seolah
mendobrak pernyataan yang tertulis pada katalog meteorit yang di buat
oleh geolog Prior-Hey (1953) dimana meteorit jenis siderolit memiliki
ciri lain yang senantiasa tenggelam jika di masukkan kedalam air
mengingat massa jenis nya antara 5 hingga 7 gram/cc. Oleh karena itu
hajar aswad kemudian dianggap sebagai sisa material yang berasal dari
produk tumbukan atau disebut sebagai impaktit yakni padatan rapuh
berongga-rongga yang menyerupai batu apung.
Di daratan saudi arabia, produk hasil tumbukan atau yang lebih akrab disebut dengan impakti dapat dijumpai dilokasi kawah meteor Wabar sekitar 550km sebelah tenggara kota Riyadh. Namun pendapat ini akhirnya terbantahkan dengan sendirinya mengingat kawah Wabar yang ditemukan pada tahun 1932 ternyata terbentuk pada 9 januari 1704 melalui jatuh nya sebuah meteor yang cukup besar berukuran 10 meter yang sangat kaya dengan besi. Mengingat tumbukan meteor yang terjadi pada tahun 1704 atau dengan kata lain tumbukan terjadi lebih dari 3.500 setelah renovasi Ka’bah oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS sehingga mustahil Hajar Aswad berasal dari proses tumbukan ini.
Di daratan saudi arabia, produk hasil tumbukan atau yang lebih akrab disebut dengan impakti dapat dijumpai dilokasi kawah meteor Wabar sekitar 550km sebelah tenggara kota Riyadh. Namun pendapat ini akhirnya terbantahkan dengan sendirinya mengingat kawah Wabar yang ditemukan pada tahun 1932 ternyata terbentuk pada 9 januari 1704 melalui jatuh nya sebuah meteor yang cukup besar berukuran 10 meter yang sangat kaya dengan besi. Mengingat tumbukan meteor yang terjadi pada tahun 1704 atau dengan kata lain tumbukan terjadi lebih dari 3.500 setelah renovasi Ka’bah oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS sehingga mustahil Hajar Aswad berasal dari proses tumbukan ini.
Mencari hubungan antara Hajar Aswad dengan meteorit salah satunya bisa dilakukan dengan mencari dan memetakan kawah tumbukan meteor
di sekujur Jazirah Arabia dan Nubia (Mesir-Sudan). Asumsinya, jika
Hajar Aswad adalah meteorit, maka ia tiba di muka Bumi lewat proses
tumbukan benda langit nan khas sehingga masih menyisakan bongkah-bongkah
meteoritnya tanpa sempat lebur menjadi butir-butir mikrometeorit akibat
tingginya tekanan dan besarnya energi tumbukan.
Hingga tahun 2011 di kawasan tersebut telah dijumpai 13 kawah/sisa kawah mirip kawah meteor, namun hanya 3 diantaranya yang bisa dipastikan dibentuk oleh tumbukan meteor
karena menyisakan meteorit/menampakkan jejak mineral/batuan kunci,
yakni kawah Wabar (Saudi Arabia), Jebel Waq as-Suwwan (Yordania) dan
Kamil (Mesir). Dari ketiganya hanya kawah Wabar dan Kamil yang
berpotensi menyisakan bongkah meteorit besar karena meteornya berupa meteor
besi (siderit), titik tumbukan di padang pasir (sehingga tekanannya
lebih rendah karena redamannya lebih besar) dan berusia sangat muda
secara geologis karena terjadi di era Holosen (kurang dari 10.000 tahun
terakhir).
Dengan berbagai teknik pertanggalan
radioaktif diketahui kawah Wabar terbentuk +/- 300 tahun silam,
sementara kawah Kamil +/- 5.000 tahun silam. Di sisi lain renovasi
Ka’bah era Nabi Ibrahim AS terjadi sekitar 4.000 tahun silam, sehingga
pembangunan Ka’bah di era Nabi Adam AS mungkin terjadi sekitar
8.000-9.000 tahun silam mengingat antara kedua nabi tersebut hidup
sejumlah nabi dan rosul lainnya yang masing-masing berusia amat panjang
(misalnya Nabi Nuh AS, yang berusia 1.000 tahun). Maka secara temporal
(waktu) waktu amat sulit guna mengaitkan meteorit kedua kawah itu dengan
Hajar Aswad, mengingat Hajar Aswad telah ada terlebih dahulu dibanding
kedua kawah.
Hajar Aswad pernah diasumsikan sebagai
batuan beku hasil aktivitas gunung berapi. Gunung berapi secara umum
menghasilkan batuan beku asam (kaya silika/SiO2) serta batuan beku basa
(kaya oksida logam-logam kalium, natrium, magnesium dan kalsium). Batuan
beku asam secara umum berwarna terang/cerah, berkebalikan dengan batuan
beku basa yang gelap. Salah satu bakuan beku asam itu memiliki ciri
khas mampu terapung di air, yakni batu apung (pumice) yang 90 %
bagiannya adalah pori-pori sehingga bermassa jenis lebih kecil dari 1
gram/cc. Banyak batuapung yang memiliki warna putih. Kekhasan ini cukup
menarik mengingat Hajar Aswad diriwayatkan juga berwarna putih dan dapat
terapung di air.
Batuapung umumnya terbentuk dalam
letusan eksplosif dahsyat dengan skala letusan setara/lebih dari 5 VEI,
yang salah satu ciri khasnya menghasilkan kaldera. Gunung-gunung berapi
yang mampu membentuk batuapung umumnya adalah gunung berapi andesitik
(gunung berapi bermagma asam), yakni yang terletak di dekat zona
subduksi lempeng tektonik. Gunung-gunung berapi demikian banyak dijumpai
di Indonesia, sehingga tak heran bila batuapung muncul dalam letusan
Krakatau 1883 maupun Tambora 1815.
Jazirah Arabia bagian barat juga
merupakan wilayah yang aktif secara vulkanik. Tetapi vulkanisme di sini
tidak membentuk gunung berapi andesitik, melainkan basaltik (gunung
berapi bermagma basa). Musababnya sumber magma di sini bukanlah subduksi
antar lempeng melainkan titik panas (hotspot) di tengah-tengah lempeng.
Salah satu jalur vulkanik Arabia membentang dari kota Mekkah ke utara
melintasi kota Madinah dan berujung di daratan Nufud (panjang +/- 600
km), yang menumbuhkan dua gunung api raksasa: Harrat Rahat dan Harrat
Khaybar. Selain menghasilkan batuan beku basa yang gelap, magma basaltik
yang dimuntahkan gunung-gunung berapi Arabia pun cukup encer sehingga
tidak terbentuk gunung berbentuk kerucut tinggi seperti di Indonesia,
melainkan berbentuk amat lebar dengan puncak-puncak kerucut yang jauh
lebih rendah.
Dengan demikian, apakah Hajar Aswad
analog dengan batuapung? Dalam konteks geologi Jazirah Arabia, amat
sulit untuk menghubungkannya. Mengingat vulkanisme Arabia lebih dominan
menghasilkan batuan beku basa dan tidak dijumpai jejak-jejak letusan
eksplosif. memang ada kaldera di Jabal Salma (Nufud), namun kaldera ini
terbentuk sekitar 580 juta tahun silam dan terlalu tua untuk bisa
menghasilkan batuapung.
Jadi, jika Hajar Aswad amat sulit dikaitkan dengan batu meteorit dan
juga batu vulkanik, lantas batu ini analog dengan apa? Wallahua’lam.
Dikutip dari M Ma’rufin Sudibyo
1. Sudibyo. 2012. Ensiklopedia Fenomena Alam dalam al-Qur’an, Menguak Rahasia Ayat-Ayat Kauniyah. Surakarta: Tinta Medina, dalam Bab 5: Gunung Berapi
2. Kellogg. 1985. The Salma Caldera Complex, Northeastern Arabian Shield, Kingdom of Saudi Arabia. USGS Open File Report 85-370.
(Chabou. 2011. Abstract, Arab Impact Cratering and Astrogeology Connference II, Morocco)
Dikutip dari M Ma’rufin Sudibyo
1. Sudibyo. 2012. Ensiklopedia Fenomena Alam dalam al-Qur’an, Menguak Rahasia Ayat-Ayat Kauniyah. Surakarta: Tinta Medina, dalam Bab 5: Gunung Berapi
2. Kellogg. 1985. The Salma Caldera Complex, Northeastern Arabian Shield, Kingdom of Saudi Arabia. USGS Open File Report 85-370.
(Chabou. 2011. Abstract, Arab Impact Cratering and Astrogeology Connference II, Morocco)
(Sudibyo. 2012. Sang Nabi pun Berputar, Arah Kiblat dan Tata Cara Pengukurannya. Surakarta: Tinta Medina, dalam Bab 1: Ka’bah)
Niat Jelek Orientalis Plus Keawaman Umat Islam
Jadi hanya kalangan orientalis barat yang bodoh dan kurang bacaan saja
yang dengan pandirnya menafsirkan bahwa orang arab jahiliyah/umat islam
menyembah ka’bah. Sungguh sebuah analisa yang menelanjangi kedangkalan
ilmu mereka dan justru menjelaskan bagaimana ketelatan-berpikir mereka
atas kajian yang mereka tulis. Apalagi bila sampai kepada kesimpulan bahwa orang Islam menyembah ka’bah dan Hajar Aswad
Sesungguhnya umat Islam berdiri di mihrab menghadap Ka’bah, baik mihrab
itu terbuat dari batu, tanah liat, kayu ataupun yang lainnya. Begitu
juga Ka’bah,seandainya terbuat dari tanah liat, kayu atau emas, umat Islam
tetap menghormatinya karena enghormatan Allah untuknya.
Umat Islam
menghormati Al-Hajar Al-Aswad juga karena penghormatan Allah untuknya.
Sebagaimana yang pernah dikatakan noleh Umar bin Al-Khatab ketika
mencium Al-Hajar Al-Aswad,
”Demi Allah, sesungguhnya aku tahu bahwa kamu itu hanya sebuah batu yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudharat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu niscaya aku tidak akan menciummu.”
”Demi Allah, sesungguhnya aku tahu bahwa kamu itu hanya sebuah batu yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudharat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu niscaya aku tidak akan menciummu.”
Orang bertamupun harus mengucapkan salam terlebih dahulu..
Seorang anak yg akan pergi ke sekolahpun jika ia menghargai kedua orangtuanya pun ada baiknya berpamitan dan mencium kedua tangan orangtuanya..
jangan jadikan mencium hazar aswad / memegang ka'bah tersebut sebagai sebuah kemusyrikan..
karena hanya pada Allah Azza Wa Jalla lah seorang hamba dapat meminta rezeki dan juga meminta ampunannya dari segala dosa yang telah diperbuat di bumi ini..
TUJUAN UMAT ISLAM/MUSLIM MELAKSANAKAN IBADAH HAJI
Seorang anak yg akan pergi ke sekolahpun jika ia menghargai kedua orangtuanya pun ada baiknya berpamitan dan mencium kedua tangan orangtuanya..
jangan jadikan mencium hazar aswad / memegang ka'bah tersebut sebagai sebuah kemusyrikan..
karena hanya pada Allah Azza Wa Jalla lah seorang hamba dapat meminta rezeki dan juga meminta ampunannya dari segala dosa yang telah diperbuat di bumi ini..
TUJUAN UMAT ISLAM/MUSLIM MELAKSANAKAN IBADAH HAJI
Tujuan Allah memerintahkan umat islam untuk melaksanakan ibadah Haji bagi yang mepunyai kemampuan. Salah satu ayat dalam Surat
Al-Hajj {17:28-29}
" Gunanaya mereka berkunjung, ialah supaya mereka :
menyaksikan berbagai-bagai manfaat manfaat untuk mereka, dan menyebut
nama Allah dalam beberapa hari yang telah ditentukan."Lalu hendaklah
mereka : membersihkan kotoran-kotoran yang melekat dibadannya,
menyempurnakan nazar-nazarnya dan melakukan tawaf disekeliling rumah tua
itu."
IBADAH HAJI ITU BUKAN UNTUK MENGEJAR SEBUAH GELAR DUNIAWI,
Jadi maksudnya pada ibadah haji itu disamping
merupakan wajib bagi yang mampu namun banyak pelajaran yang didapat pada
saat melaksanakan rukun haji tersebut, seperti apa yang ada dalam hati
manusia seperti, sombong,takabur,serta perbuatannya yang tidak diridhoi
Allah.
Dan banyak juga yang keliru
penafsirannya karena banyak yang beranggapan kalau naik haji apabila
mohon ampun di Baitullah, maka hapus semua dosa-dosa sebelumnya kembali
seperti layaknya seorang bayi tanpa dosa." pendapat demikian adalah
salah besar karena tidak semua bisa mendapatkan hal tersebut." kalau semua
bisa demikian itu namanya tidak adil.' karena enak orang yang kaya bisa
tiap tahun naik haji dan dosa-dosa langsung hapus?
jadi hapus dosa hanya untuk orang kaya?
jadi hapus dosa hanya untuk orang kaya?
Yang benar adalah demikian apabila sebelum naik
haji sudah menjalankan syariat ajaran sesuai Al-Qur'an sudah dikerjakan
dengan benar seperti mengeluarkan Infak,Sedekah, zakat dan selalu
berbuat amal kebajikan dan menghindari perbuatan maksiat serta
menjauhkan larangan-laranganNya. Kemudian untuk menyempurnakannya maka
berangkatlah naik haji dan kalau tadinya dosa-dosa sebelumnya ibarat
daunnya sudah jarang-jarang maka pada saat di Wisuda untuk mendapat
gelar Haji maka rontoklah daun-daun dosa tersebut. Inilah baru dinamakan
dosa-dosanya dihapus semua kembali seperti bayi tanpa dosa.
Demikianlah kalau kita belum mampu
bertingkah laku serta berperilaku sebagai orang-orang yang beriman atau
mendekati orang -orang yang Takwa sebaiknya ada rasa malu terhadap diri
sendiri menggunakan atribut gelar atau titel Haji dan peci /sorban yang
putih yang kita gunakan sebagai lambang kesucian hati
Sebelum berangkat haji atau berada di kota suci Mekkah/Madinah pasti
orang yang telah diberikan petunjuk oleh ALLAH SWT akan ditunjukkan dan
dirasakan langsung
bagi yang sedang melaksanakan haji. Namun yang merasakan adalah
masing-masing pribadi dan ada yang tidak mau menceritakan yang
dirasakannya karena malu membuka aibnya sendiri.
Inilah pelajaran sebetulnya yang perlu diambil yaitu untuk memperbaiki diri setelah kembali dari melaksanakan haji agar bisa merobah dan memperbaiki semua perbuatan-perbuatan yang pernah kita kerjakan sebelum naik haji." Dan tujuannya agar semua sesuai dengan apa yang diridhoi Allah yaitu melaksankan suruhanNya dan menjauhkan laranganNya."
Inilah pelajaran sebetulnya yang perlu diambil yaitu untuk memperbaiki diri setelah kembali dari melaksanakan haji agar bisa merobah dan memperbaiki semua perbuatan-perbuatan yang pernah kita kerjakan sebelum naik haji." Dan tujuannya agar semua sesuai dengan apa yang diridhoi Allah yaitu melaksankan suruhanNya dan menjauhkan laranganNya."
Perhatikanlah uang yang kalian peroleh untuk melaksanakan ibadah haji/umroh..
dari manakah ia berasal ? apakah didapatkan dengan cara yang halal atau didapa dengan cara yang haram ?
dari manakah ia berasal ? apakah didapatkan dengan cara yang halal atau didapa dengan cara yang haram ?
Silahkan berbagi jika Anda memiliki pengalaman spiritual saat melaksanakan ibadah haji/umroh, dengan meninggalkan komentar...
Agar memberikan pelajaran bagi umat manusia lainnya :)